BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Kajian
Teori
1.
Pengertian
Motivasi
Motivasi merupakan masalah yang penting dalam setiap
usaha sekelompok orang yang bekerja sama dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
Menurut Sukanto dan Handoko (1986, hal 256), motivasi adalah keadaan dalam
pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melaksanakan
kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan.
Bernard Berelson dan Gary A. Steiner dalam Machrony
(1854:109), dikutip dalam Siswanto (2006: 119) mendefinisikan motivasi sebagai:
All those inner striving conditions variously described
as wishes, desires, needs, drivers, and the like.
Motivasi dapat
diartikan sebagai keadaan kejiwaan dan sikap mental manusia yang memberikan
energi, mendorong kegiatan (moves),
dan mengarah atau menyalurkan perilaku ke arah mencapai kebutuhan yang
memberikan kepuasan atau mengurangi ketidakseimbangan.
Kebutuhan tersebut timbul akibat
adanya berbagai hubungan. Kebutuhan dapat berwujud fisik biologis serta sosial
ekonomis. Akan tetapi, yang lebih penting adalah adanya kebutuhan (needs) yang bersifat sosial psikis,
misalnya penghargaan, pengakuan, keselamatan, perlindungan, keamanan, jaminan
sosial, dan sebagainya. Secara singkat motivasi dapat diartikan sebagai bagian
integral dan hubungan perburuan dalam rangka proses pembinaan, pengembangan,
dan pengarahan sumber daya manusia. Karena sumber daya manusia merupakan salah
satu elemen penting dan sangat menentukan dalam hubungan perburuan maka hal-hal
yang berhubungan dengan konsepsi motivasi sudah wajar diberi perhatian yang
sungguh-sungguh dari setiap pelaku yang berkepentingan untuk keberhasilan
perusahaan sesuai dengan yang telah direncanakan sebelumnya.
Motivasi merupakan kegiatan yang mengakibatkan,
menyalurkan dan memelihara perilaku manusia. Motivasi ini merupakan subjek yang
penting bagi manajer, karena menurut definisi manajer harus bekerja dengan dan
melalui orang lain. Manajer perlu memahami orang-orang berperilaku tertentu
agar dapat mempengaruhinya untuk bekerja sesuai dengan yang diinginkan
organisasi. Memotivasi adalah juga subjek membingungkan, karena motif tidak
dapat diamati atau diukur secara langsung, tetapi harus disimpulkan dari
perilaku orang yang tampak.
Motivasi bukan hanya satu-satunya faktor yang
mempengaruhi tingkat prestasi seseorang. Dua faktor lainnya yang mempengaruhi
tingkat prestasi seseorang adalah kemampuan individu dan pemahaman tentang
perilaku yang diperlukan untuk mencapai prestasi yang tinggi disebut prestasi
peranan.
Motivasi seringkali diartikan dengan istilah dorongan.
Dorongan atau tenaga tersebut merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat,
sehingga motif tersebut merupakan suatu driving
force yang menggerakkan manusia untuk bertingkah laku dan dalam
perbuatannya itu mempunyai tujuan tertentu.
Motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat
atau dorongan kerja. Oleh karena itu motivasi kerja dalam psikologis kerja
biasa disebut dorongan semangat kerja. Kuat lemahnya motivasi kerja seorang
tenaga kerja ikut menentukan besar kecilnya prestasi atau kepuasan. Oleh karena
itu pimpinan harus selalu membuktikan dorongan kerja atau memotivasi kerja yang
tinggi kepada karyawan untuk melaksanakan tugas-tugasnya. Memotivasi para
karyawan untuk bersedia bekerja sama demi tercapainya tujuan bersama ini terdapat
dua macam yaitu:
a. Motivasi
Finansial
Dorongan
yang dilakukan dengan memberikan imbalan finansial kepada karyawan. Imbalan
finansial tersebut sering disebut intensif.
b. Motivasi
Non Finansial
Dorongan
yang diwujudkan tidak dalam bentuk finansial atau uang, akan tetapi berupa
hal-hal seperti pujian, penghargaan, dan pendekatan manusiawi.
Berdasarkan pengertian diatas, maka bagi seorang pemimpin
perusahaan di dalam memberikan motivasi kepada bawahannya, pertama-tama harus
mengetahui pengaruh-pengaruh mana yang dapat mendorong orang-orang yang dipimpin
agar mau bertindak untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
2.
Faktor-faktor Motivasi kerja
a. Gaji
1) Pengertian
Gaji
Sistem gaji pada umumnya dipandang sebagai
alat untuk mendistribusikan gaji pada karyawan. Pendistribusian ada yang
berdasarkan pada produksi lamanya dinas dan berdasarkan kebutuhan hidup. Gaji
sebenarnya merupakan suatu syarat-syarat perjanjian kerja yang diatur oleh
pengusaha dan karyawan serta pemerintah. Gaji yang sebenarnya juga upah yang
diterima itu sudah pasti jumlahnya pada setiap waktu yang telah ditetapkan.
Gaji atau upah merupakan dorongan utama untuk
bekerja, karena gaji atau upah berbentuk uang dapat memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Upah sebagai balas jasa atas prestasi kerja, harus dapat memenuhi
kebutuhan hidup bersama keluarga secara layak sehingga ia dapat memusatkan
tugas yang dipercayakan kepadanya (Sastro Djatmiko Marsono, 1993: 61).
Untuk lebih jelasnya, maka peneliti mengutip
beberapa pengertian tentang upah atau gaji:
a) Arti
upah menurut undang – undang kecelakaan tahun 1974 No. 33 pasal 7 ayat a dan b,
yang dimaksud dengan upah atau gaji yaitu :
(1) Tiap-tiap
pembayaran berupa uang yang diterima oleh buruh sebagai ganti pekerjaan.
(2) Perumahan, makan, bahan makanan dan pakaian
dengan percuma yang nilainya ditukar menurut harga umum ditempat itu.
b) Menurut
Edwin B. Flippo, upah adalah harga untuk jumlah jasa yang diberikan oleh
seseorang kepada orang lain (Heidjrahman Ranu Pandoyo dan Suad Husnan, 1984:
30).
c) Menurut
Hadi Purnomo, upah adalah jumlah keseluruhan yang ditetapkan sebagai penganti
jasa yang dikeluarkan oleh tenaga kerja atau pegawai (Heidjrahman Ranu Pandoyo
dan Suad Husnan, 1984: 129).
2) Faktor-faktor
yang mempengaruhi tingkat gaji
Perusahaan cenderung memandang upah sebagai
pengeluaran aset. Upah atau gaji merupakan pengeluaran dalam pengertian bahwa
gaji mencerminkan biaya tenaga kerja. Beberapa faktor yang mempengaruhi tinggi
rendahnya tingkat upah antara lain:
a) Penawaran
dan permintaan tenaga kerja
Meskipun
hukum ekonomi tidaklah dapat ditetapkan secara mutlak dalam masalah tenaga
kerja, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa hukum penawaran dan permintaan akan
mempengaruhinya. Untuk pekerjaan yang membutuhkan ketrampilan tinggi dan jumlah
tenaga kerja sedikit, maka upah atau gaji cenderung tinggi, sedangkan untuk
jabatan yang mempunyai penawaran melimpah upah cenderung turun.
b) Organisasi
buruh
Ada
atau tidaknya organisasi buruh serta kuat lemahnya organisasi buruh akan ikut
mempengaruhi terbentuknya tingkat upah. Adanya serikat buruh yang kuat berarti “bargaining position” karyawan juga kuat
dan tentunya akan menaikkan tingkat upah dan sebaliknya.
c) Kemampuan
untuk membayar
Meskipun
sedikit buruh menuntut upah tinggi akhirnya realisasi pemberian upah tergantung
pada kemampuan membayar perusahaan. Bagi perusahaan atau rumah sakit, upah atau
gaji merupakan salah satu komponen biaya produksi. Tingginya gaji akan
mengurangi keuntungan. Jika kenaikkan produksi sampai mengakibatkan kerugian
perusahaan, maka perusahaan tidak akan mampu memenuhi fasilitas karyawan.
d) Produktifitas
Gaji
atau upah merupakan imbalan prestasi kerja karyawan. Semakin tinggi prestasi
karyawan, semakin besar pula upah yang akan diterima. Prestasi ini bisa
dinyatakan sebagai semangat kerja.
e) Biaya
hidup
Faktor-faktor
lain perlu diperhatikan adalah biaya hidup. Di kota-kota besar dimana biaya
hidup tinggi, upah juga cenderung tinggi. Bagaimanapun biaya hidup merupakan
batas penerimaan upah untuk karyawan.
f) Pemerintah
dan pesaing
Pemerintah
dengan peraturan-peraturan yang dibuatnya serta para pesaing juga mempengaruhi
tinggi rendahnya gaji.
3) Tujuan
Upah atau gaji
Adapun tujuan pemberian upah atau gaji adalah
sebagai berikut:
a) Memikat
karyawan
Gaji
dapat digunakan untuk memikat karyawan. Biasanya pelamar akan membandingkan
jumlah rupiah, pelamar kerja sering meletakkan bobot lebih pada gaji yang
sering ditawarkan dibandingkan faktor-faktor lainnya seperti tunjangan dan
imbalan dalam bentuk lain.
b) Menahan
karyawan yang kompeten
Setelah
organisasi mengikat dan mengangkat karyawan-karyawan baru, sistem gaji haruslah
tidak merintangi upaya-upaya karyawan yang proaktif. Untuk itu perusahaan
haruslah menetapkan suatu kebijaksanaan yang adil dan wajar dalam hal
penggajian.
c) Motivasi
dan gaji
Perusahaan
menggunakan skala gaji untuk memotivasi karyawan. Sebagai contoh pendapatan
lembur dan lain-lain. Individu-individu termotivasi untuk bekerja pada saat
mereka merasa bahwa imbalan didistribusikan secara adil.
d) Motivasi
dan kinerja
Para
karyawan mengharapkan bahwa kinerja mereka akan berkorelasi dengan imbalan yang
diperoleh dari perusahaan. Jika karyawan melihat bahwa kerja keras dan kinerja
yang unggul diakui dan diberikan imbalan oleh perusahaan, maka akan
mengharapkan hubungan seperti itu berlanjut.
b. Tunjangan
Definisi Tunjangan menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Tunjangan adalah tambahan pendapatan diluar gaji sebagai bantuan,
yang ditunjangkan, sokongan atau bantuan. Langkah – langkah dalam memastikan
penyediaan tunjangan bagi setiap pegawai yang sesuai dengan kebutuhan atau keinginan
mereka, ada dua metode dasar untuk mencapai sasaran tersebut yaitu:
1) Pendekatan
Kafetaria
Mencakup pengalokasian kepada setiap pegawai
sejumlah kompensasi dan memperkenankan pegawai untuk memilih campuran uang
tunai dan tunjangan yang diinginkan. Metode ini paling baik mencapai kepuasan
pegawai dengan penawaran kompensasi organisasi. Tetapi penyelenggaraannya dapat
menjadi sulit dan mungkin memerlukan biaya lebih tinggi daripada rencana
kompensasi lain. (A. Dale Timpe, Memotiwasi Pegawai, 1991:76)
2) Pendekatan
Multipaket
Memecahkan masalah yang diasosiasikan dengan
pendekatan kafetaria sementara tetap mempertahankan sebagian kesempatan pilihan
individual. Persyaratan bagi perancangan rencana multipaket adalah pengumpulan
informasi tentang keinginan pegawai.
3) Kombinasi
pendekatan kafetaria dan multipaket
Tawarkan jumlah terbatas rencana yang
mencakup campuran berbeda unsur dasar kompensasi, yaitu gaji, liburan,
pensiunan dan asuransi kesehatan. Cara ini menyederhanakan rancangan berbagai
paket standar dan memberikan kepada setiap pegawai kesempatan lebih besar untuk
memuaskan keinginan pribadi masing-masing.
Berdasarkan Sudarsono Shobron (2003:143)
dalam Islam menginginkan terwujudnya masyarakat ideal, setiap warganya
memperoleh hak-hak dan dengan ikhlas melaksanakan kewajiban-kewajibannya.
Sehingga tidak ada warga yang terlantar dan diperlakukan tidak adil. Islam juga
menekankan, adanya jaminan tingkat dan kualitas hidup minimum bagi seluruh
masyarakat ini dapat dilihat dari banyaknya ayat Al Qur’an yang menekankan
adanya tunjangan sosial. Allah berfirman di dalam surah An Nahl 71:
ª!$#ur @Òsù ö/ä3Ò÷èt/ 4n?tã <Ù÷èt/ Îû É-øÌh9$# 4 $yJsù úïÏ%©!$# (#qè=ÅeÒèù Ïj!#tÎ/ óOÎgÏ%øÍ 4n?tã $tB ôMx6n=tB öNåkß]»yJ÷r& óOßgsù ÏmÏù íä!#uqy 4 ÏpyJ÷èÏZÎ6sùr& «!$# crßysøgs ÇÐÊÈ
Artinya
: Dan Allah melebihkan sebagian kamu dari sebagian kamu dari sebagian yang lain
dalam hal rezeki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezekinya itu) tidak mau
memberikan rezeki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka
(merasakan) rezeki itu. Maka mengapa mereka mengikari nikmat Allah?
Kandungan ayat diatas dapat diambil
kesimpulan fakir miskin mempunyai hak dalam harta orang-orang kaya dan
orang-orang yang tidak memperhatikan nasib buruh yang menjadi tanggung jawabnya,
mereka dianggap mengingkari nikmat Allah.
c. Lingkungan
Kerja
1) Pengertian
Lingkungan Kerja
Setiap perusahaan selalu berusaha untuk
menciptakan lingkungan kerja yang menyenangkan, karena akan berpengaruh
terhadap peningkatan prestasi kerja dan kepuasan kerja karyawan. Adapun
beberapa pengertian tentang lingkungan kerja antara lain lingkungan kerja
adalah pengaturan tempat kerja, pengontrolan terhadap suasana gaduh, pengaturan
kebersihan tempat kerja dan pengaturan keamanan kerja. (Reksodiprojo dan Gitosudarmo,
1992: 153)
Pengertian yang lain mengatakan bahwa
lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar para pekerja dan apa
yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas yang dibebankan.
(Nitisemito, 1986: 183)
2) Fungsi
Lingkungan Kerja
Dalam suatu perusahaan apabila perusahaan
tidak memperhatikan lingkungan kerja, maka untuk mencapai tujuan yang
diinginkan sulit tercapai. Untuk itu lingkungan kerja perlu mendapat perhatian
yang cukup penting.
Lingkungan kerja yang mempunyai syarat sebagai
lingkungan kerja yang baik dalam perusahaan akan mendorong karyawan untuk
bekerja lebih baik. Adapun fungsi lingkungan kerja adalah sebagai berikut:
a) Meningkatkan
produktivitas atau hasil produksi
b) Memperbaiki
kualitas pekerjaan para karyawan
c) Mengurangi
tingkat kecelakaan para pekerja
d) Mengurangi
turn over
e) Menekan
biaya produksi
Dari beberapa fungsi diatas dapat disimpulkan
bahwa memberi perhatian yang baik terhadap lingkungan kerja akan menyenangkan
bagi karyawan dan memberikan keuntungan bagi perusahaan.
3) Macam-macam
Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja yang akan dibahas yaitu:
a) Pengaturan
ruang kerja
Penerangan yang baik memungkinkan tenaga
kerja melihat objek-objek yang dikerjakannya secara jelas dan cepat. Lebih dari
itu penerangan yang memadai memberikan kesan pemandangan yang lebih baik dan
keadaan lingkungan yang menyenangkan. Sifat-sifat penerangan baik ditentukan
oleh:
(1) Pencegahan
kesilauan
(2) Arah
sinar
(3) Warna
(4) Panas
penerangan terhadap keadaan lingkungan
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka
perencanaan dan pemeliharaan sistem penerangan sangat diperlukan dalam
perusahaan. Dengan penerangan yang baik para karyawan akan bekerja dengan baik
dan teliti, sehingga hasil kerjanya mempunyai kualitas yang cukup baik.
Disamping itu sangat mempengaruhi semangat dan kegairahan kerja karyawan yang
akhirnya dapat meningkatkan prestasi dan kepuasan kerja karyawan.
b) Pengaturan
suhu udara ruangan kerja secara garis besar ada dua cara dalam pengaturan udara
yaitu:
(1) Cara
Ilmiah
Cara
yang dilakukan dengan membuat celah-celah jendela, sehingga udara dari luar
dapat masuk, dengan demikian pertukaran udara segar diluar berjalan lancar.
(2) Cara
mekanis
Cara
mekanis yaitu cara memasang AC (Air Conditioner) baik local maupun sentral
dalam ruangan kerja tidak terlalu panas. Suhu udara sangat penting dan perlu
mendapat perhatian karena suhu udara dapat mempengaruhi tingkat efisiensi kerja
karyawan. Suhu udara yang terlalu panas akan menimbulkan kelelahan-kelelahan
karyawan bekerja tidak bertahan lama. Akibatnya dari kelelahan karyawan akan menurunkan
tingkat efisiensi kerja karyawan. Pada perusahaan yang menggunakan AC (air
conditioner) hendaknya berusaha mengatur suhu udara ruangan kerja 240
– 280 C sesuai dengan penelitian empiris, dan perlu diketahui suhu
udara mempengaruhi lingkungan kerja karyawan yang sulit (tidak sehat) akan
menurunkan semangat dan gairah kerja karyawan, sehingga mempengaruhi tingkat
prestasi dan kepuasan kerja karyawan, sebaliknya lingkungan kerja yang baik
akan memberikan semangat dan gairah kerja karyawan yang tinggi, sehingga akan
menaikkan tingkat kepuasan kerja karyawan.
(3) Kebersihan
Faktor
kebersihan yang meliputi didalam dan diluar gedung perusahaan harus mendapatkan
perhatian, karena apabila tidak diperhatikan maka karyawan akan merasa kurang
nyaman dalam bekerja, untuk itu ada tenaga kebersihan dalam perusahaan,
sehingga kebersihan perusahaan tetap terjaga dan karyawan akan merasa nyaman
dalam bekerja.
Jadi berdasarkan pengertian-pengertian
tentang lingkungan kerja diatas dapat disimpulkan bahwa suasana kerja disini
dalam arti suasana yang tentram pada lingkungan kerjanya. Suasana kerja yang
memadai dalam perusahaan antara lain:
(1) Suasana
yang ramah yang datangnya dari pimpinan, dari segi cara bertindak dan bagaimana
sikapnya terhadap bawahan.
(2) Mengetahui
dengan jelas akan tugas-tugas yang diberikan kepadanya.
d. Kepuasan
Kerja
1) Pengertian
Kepuasan Kerja
Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal
yang bersifat individual karena setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan
yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai-nilai yang berlaku pada dirinya.
Ini disebabkan karena adanya perbedaan pada masing-masing individu. Semakin
banyak aspek-aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu
tersebut, maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan (As’ad, 1987: 103-104)
Robbins menyatakan bahwa kepuasan kerja (job
satisfaction) merujuk pada sikap seorang individu terhadap pekerjaannya.
Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi akan menunjukkan sikap yang
negatif terhadap pekerjaannya (Robbins, 2001: 139)
Howell dan Dipboye mendefinisikan kepuasan
kerja sebagai hasil keseluruhan dari derajat rasa suka atau tidak sukanya
tenaga kerja terhadap berbagai aspek dari pekerjaannya. Dengan kata lain
kepuasan kerja mencerminkan sikap tenaga kerja terhadap pekerjaannya (Ashar,
2001: 350)
Susilo Martoyo mendefinisikan kepuasan kerja
sebagai keadaan emosional karyawan dimana terjadi ataupun tidak terjadi titik
temu antara nilai balas jasa kerja karyawan dari perusahaan dengan tingkat
nilai balas jasa yang memang diinginkan oleh karyawan yang bersangkutan. Balas
jasa kerja karyawan ini, baik yang berupa financial maupun yang non finansial.
Bila kepuasan kerja terjadi maka pada umumnya tercemin pada perasaan karyawan
terhadap pekerjaannya, yang sering diwujudkan dalam sikap positif karyawan
terhadap pekerjaannya dan segala sesuatu yang dihadapi ataupun ditugaskan
kepadanya di lingkungan kerjanya.
Dalam buku “Personel: The Human Problems of
Managemen” karangan George Strauss dan Leonard R. Sayles, New Delhi, 1980, yang
dikutip dalam Susilo Martoyo, mangatakan bahwa kepuasan kerja tersebut juga
penting untuk aktualisasi diri. Karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja
tidak akan pernah mencapai kematangan psikologis, dan selanjutnya akan dapat
berakibat frustasi, semangat kerja rendah, cepat lelah dan bosan, emosi tidak
stabil dan sebagainya.
Kepuasan bekerja dalam islam mengajarkan bahwa bekerja adalah
fitrah dan sekaligus merupakan salah satu indentitas manusia, sehingga bekerja
yang didasarkan pada prinsip-prinsip iman tauhid, bukan saja menunjukkan fitrah
seorang muslim, tetapi sekaligus meninggikan martabat dirinya sebagai “hamba
Allah” yang mengelola seluruh alam sebagai bentuk dari cara dirinya mensyukuri
kenikmatan dari Allah Rabbul “Alamin. (Toto Asmara, 1995 hal 2)
Al
Qur’an menjelaskan dalam Surat Al Ar’aaf ayat 176 yang berbunyi:
öqs9ur $oYø¤Ï© çm»uZ÷èsùts9 $pkÍ5 ÿ¼çm¨ZÅ3»s9ur t$s#÷zr& n<Î) ÇÚöF{$# yìt7¨?$#ur çm1uqyd 4 ¼ã&é#sVyJsù È@sVyJx. É=ù=x6ø9$# bÎ) ö@ÏJøtrB Ïmøn=tã ô]ygù=t ÷rr& çmò2çøIs? ]ygù=t 4 y7Ï9º© ã@sVtB ÏQöqs)ø9$# úïÏ%©!$# (#qç/¤x. $uZÏG»t$t«Î/ 4 ÄÈÝÁø%$$sù }È|Ás)ø9$# öNßg¯=yès9 tbrã©3xÿtFt ÇÊÐÏÈ
Artinya : ”Dan
kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat) nya dengan
ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya
yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya
diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya
(juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat
kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berpikir.“
Ayat diatas
menjelaskan apabila bekerja itu adalah fitrah manusia, maka jelaslah bahwa
manusia yang enggan bekerja, malas dan tidak mau mendayagunakan seluruh potensi
diri untuk menyatakan keimanan dalam bentuk amal kreatif, sesungguhnya dia itu
melawan fitrah dirinya sendiri, menurunkan derajat identitas dirinya sebagai
manusia, untuk kemudian runtuh dalam kedudukan yang lebih hina dari binatang.
Disamping ayat diatas ada pengertian lain mengenai bekerja yaitu manifestasi
kekuatan iman, karena dorongan firman Allah SWT yang bersabda dalam surah Az Zumar ayat 39 :
ö@è% ÉQöqs)»t (#qè=yJôã$# 4n?tã öNà6ÏGtR%s3tB ÎoTÎ) ×@ÏJ»tã ( t$öq|¡sù cqßJn=÷ès? ÇÌÒÈ
Artinya : “ Katakanlah: "Hai
kaumku, bekerjalah sesuai dengan keadaanmu, sesungguhnya aku akan bekerja
(pula), maka kelak kamu akan mengetahui “
Ayat diatas merupakan perintah dan karenanya mempunyai nilai hukum ’’ wajib“ untuk dilaksanakan, yaitu
perintah untuk bekerja. Seseorang yang mempunyai kesadaran untuk bekerja, dia
selalu gandrung untuk berkreasi positif, tampil sebagai pelita yang benderang (as sirojam muniron), dan ingin hidupnya
mempunyai arti.
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli
diatas maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan suatu sikap
seorang pekerja yang bersifat individu, berkaitan dengan perasaan terhadap
pekerjaannya, menyangkut juga penyesuaian diri terhadap situasi dan kondisi
lingkungan kerja.
2) Faktor-faktor
yang mempengaruhi Kepuasan Kerja
Banyak orang yang berpendapat bahwa gaji
adalah faktor utama kepuasan kerja. Pada taraf tertentu hal tersebut memang
bisa diterima, karena uang merupakan kebutuhan vital untuk bisa memenuhi
kebutuhan hidup. Akan tetapi bagi masyarakat yang sudah bisa memenuhi kebutuhan
hidupnya secara wajar, maka gaji bukan lagi menjadi faktor utama.
Gilmer mengemukakan beberapa faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja adalah sebagai berikut:
1) Kesempatan
untuk maju
Dalam
hal ini ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh pengalaman dan peningkatan
kemampuan selama kerja
2) Keamanan
kerja
Faktor
ini sering disebut sebagai penunjang kepuasan kerja, keadaan yang aman sangat
mempengaruhi perasaan karyawan selama kerja.
3) Gaji
Gaji
sering menyebabkan ketidakpuasan dan jarang orang mengekpresikan kepuasan kerja
dengan sejumlah gaji yang diperolehnya.
4) Perusahaan
dan manajemen
Perusahaan
dan manajemen yang baik akan memberikan situasi dan kondisi kerja yang stabil,
sehingga menentukan kepuasan kerja karyawan.
5) Pengawasan
(supervisi)
Supervisi
yang buruk bisa berakibat terjadi absensi dan turns over
6) Faktor
Intrinsik dari pekerjaan
Atribut
yang ada pada pekerjaan mensyaratkan ketrampilan tertentu, sulit dan mudahnya
serta kebanggaan tugas akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan.
7) Kondisi
kerja
Kondisi
tempat kerja, ventilasi, penyinaran dan tempat parkir akan mempengaruhi juga
kepuasan kerja karyawan.
8) Aspek
sosial dalam pekerjaan
Faktor
ini berkaitan dengan interaksi sosial yang terjadi dilingkungan kerja.
Interaksi sosial antara atasan dengan bawahan atau karyawan dengan karyawan.
9) Komunikasi
Komunikasi
yang lancar antara karyawan dengan pihak manajemen banyak dijadikan alasan
untuk menyukai pekerjaannya. Adanya kesediaan atasan untuk mau mendengar,
memahami dan mengakui pendapat ataupun prestasi karyawan sangat berperan dalam
menimbulkan rasa puas terhadap pekerjaannya.
10) Fasilitas
Fasilitas
rumah sakit, cuti, dana pensiun atau perumahan merupakan standar suatu jabatan
dan jika dapat dipenuhi akan menimbulkan rasa puas. (As’ad, 1987: 114 – 117)
Sedangkan
Blum mengemukakan faktor-faktor kepuasan kerja sebagai berikut:
a) Faktor
Individual, meliputi umur, kesehatan, watak dan harapan
b) Faktor
Sosial, meliputi hubungan kekeluargaan, pandangan masyarakat, kesempatan
berekreasi, kebebasan berpolitik dan hubungan masyarakat.
c) Faktor
Utama dalam pekerjaan yakni gaji, pengawasan, ketentraman kerja, kondisi kerja
dan kesempatan untuk maju, penghargaan terhadap kecakapan, hubungan sosial
dalam pekerjaan, ketepatan dalam menyelesaikan konflik, perasaan diperlakukan
adil baik yang menyangkut pribadi maupun mengenai tugas. (As’ad. 1987: 115)
Dapat disimpulkan dari uraian diatas bahwa
kepuasan kerja menyangkut faktor-faktor:
a) Faktor
Psikologis, merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan karyawan yang
meliputi minat, ketentraman dalam kerja, sikap terhadap kerja dan sebagainya.
b) Faktor
Sosial merupakan faktor yang terkait dengan interaksi sosial baik yang terjadi
antar sesama karyawan atau antara karyawan dengan atasan.
c) Faktor
Fisik merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja
dan kondisi fisik karyawan.
d) Faktor
Finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan, tunjangan serta
kesejahteraan karyawan.
3) Teori
Kepuasan Kerja
a) Teori
Kesenjangan (Discrepancy Theory)
Teori ini dipelopori oleh porter yang
mengukur kepuasan kerja dengan menghitung selisih antara apa yang seharusnya
dengan kenyataan yang dirasakan, kemudian Locke mengemukakan bahwa kepuasan
bergantung kepada discrepancy antara
should be (Expectation, needs atau
values) dengan apa yang menurut perasaannya telah dicapai melalui pekerja.
Dengan kata lain, orang akan merasa puas jika yang didapat ternyata lebih besar
daripada yang diinginkan, maka orang akan menjadi lebih puas, meskipun terdapat
discrepancy positif, sebaliknya makin
jauh kenyataan yang dirasakan itu dibawah standar minimum, maka makin besar
pula ketidakpuasan seseorang (discrepancy
negatif). (As’ad 1987: 106)
b) Teori
Dua Faktor
Teori ini dikemukakan oleh Herzberg yang
menyatakan tentang faktor kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja.
(1) Ketidakpuasan
Kerja (Dissatisfaction)
Berkaitan
dengan suasana kerja meliputi gaji, keamanan kerja, kondisi kerja, prosedur
perusahaan, pengawasan, hubungan interpersonal dengan sesama karyawan atau
dengan atasan. Apabila faktor ini terpenuhi, tidak akan menimbulkan kepuasan
kerja, hanya menimbulkan sikap kerja yang netral. Tetapi apabila faktor ini
tidak terpenuhi akan menimbulkan ketidakpuasan kerja.
(2) Kepuasan Kerja (Motivation factors)
Berkaitan
dengan kondisi instrinsik pekerjaan (job
content) yang meliputi prestasi, pengakuan, tanggung jawab, kemajuan,
pekerjaan itu sendiri dan kemungkinan berkembang. Apabila faktor ini terpenuhi
akan menimbulkan kepuasan kerja, tetapi apabila faktor ini tidak ada , ternyata
tidak menimbulkan rasa ketidakpuasan yang berlebihan, yang ada sikap kerja yang
netral.
c) Teori
Keadlian (Equity Theory)
Teori ini dikembangkan oleh Adams.
Prinsip teori ini adalah bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas
tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan atau tidak atas suatu situasi.
Caranya dengan membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor
maupun ditempat lain. Ada
tiga (3) komponen pokok dari teori keadlian, yaitu:
(1) Input,
yaitu segala sesuatu yang bernilai yang dirasakan karyawan yang dapat memberi
sumbangan terhadap pekerjaannya, seperti pendidikan, ketrampilan, pengalaman,
usaha-usaha yang telah dilakukan, perlengkapan kerja dan sebagainya.
(2) Out
Come adalah segala sesuatu yang bernilai, yang didapat karyawan dari
pekerjaannya, seperti gaji, tunjangan, pengakuan, kesempatan berprestasi,
status dan sebagainya.
(3) Individu
pembanding adalah orang lain sebagai pembanding, bisa seseorang dari perusahaan
yang sama atau perusahaan yang berbeda atau bahkan dirinya sendiri diwaktu
lampau. (As’ad, 1987: 105 – 107)
Berdasarkan
beberapa teori diatas, penulis menarik kesimpulan bahwa seseorang akan merasa
puas apabila apa yang dirasakan dan yang diinginkan dari pekerjaannya dapat
terpenuhi, sebaliknya jika tidak terpenuhi maka seseorang cenderung merasa
tidak puas.
3.
Teori Motivasi
Proses motivasi diarahkan untuk mencapai tujuan. Tujuan
yang ingin direalisasikan dipandang sebagai kekuatan (power) yang menarik
individu. Seorang manajer harus meramalkan perilaku secara cukup teliti,
manajer perlu mengetahui sesuatu mengenai tujuan bawahannya dan tindakan yang
akan diambil untuk mencapainya. Terdapat beberapa teori motivasi dan hasil
penelitian yang berusaha mendeskripsikan hubungan antar perilaku dan hasilnya.
John P. Cambell, Marvin D. Dunnette, Edward E. Lawler III, dan Karl E. Weick
(1970: 340-356) dikutip dari Sisiwanto (2006: 127-128) mengelompokkan teori
motivasi menjadi kategori sebagai berikut:
a. Teori
Kepuasan (Content Theories)
Teori kepuasan berorientasi pada faktor dalam
diri individu yang menguatkan, mengarahkan, mendukung, dan menghentikan
perilaku. Pendukung teori kepuasan adalah sebagai berikut:
1) Teori
Hierarki Kebutuhan menurut Abraham H. Maslow
Maslow mengemukakan bahwa kebutuhan individu
dapat disusun dalan suatu hierarki. Hierarki kebutuhan yang paling tinggi adalah
kebutuhan fisiologis karena kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang paling kuat
sampai kebutuhan itu terpuaskan. Sedangkan kebutuhan yang paling rendah adalah
kebutuhan aktualisasi diri (self
actualization needs). (Hersey & Blanchard, 1980: 30, dikutip dalam
Sisiwanto (2006: 128). Hierarki kebutuhan tersebut secara lengkap meliputi lima hal berikut:
a) Kebutuhan
Fisiologis (physiological needs)
Kepuasan
kebutuhan fisiologis biasanya dikaitkan dengan uang, hal ini berarti bahwa
orang tidak tertarik pada uang semata, tetapi sebagai alat yang dapat dipakai
untuk memuaskan kebutuhan lain. Termasuk kebutuhan fisiologis adalah makan,
minum, pakaian, tempat tinggal, dan kesehatan.
b) Kebutuhan
keselamatan atau keamanan (safety or
security needs)
Meliputi
kebutuhan akan keselamatan, perlindungan dari bahaya ancaman ataupun pemuasan
dari pekerjaan. Aplikasinya yaitu pada pengembangan karyawan, kondisi kerja
yang aman, rencana-rencana senioritas, tabungan, pensiunan, asuransi dan
keluhan lainnya.
c) Kebutuhan
sosial atau afiliasi (social or
affiliation needs)
Kebutuhan
akan rasa cinta dan kepuasan menjalankan hubungan dengan orang lain,
persahabatan dan kekeluargaan. Aplikasinya yaitu pada kelompok-kelompok kerja
formal dan informal, kegiatan-kegiatan yang disponsori oleh petugas.
d) Kebutuhan
penghargaan atau rekognisi (esteems or
recognation needs)
Kebutuhan
akan status dan kedudukan, kehormatan, dan reputasi. Aplikasinya yaitu pada
kekuasaan ego, promosi, hadiah, pengakuan jabatan, dan penghargaan.
e) Kebutuhan
aktualisasi diri (self actualization
needs)
Kebutuhan
pemenuhan diri mempergunakan potensi yang dimiliki, kreatifitas, serta
penyelesaian kerja sendiri.
Maslow
menekankan bahwa apabila kebutuhan fisiologis sudah terpenuhi maka kebutuhan
keselamatan atau keamanan menjadi lebih dominan. Kebutuhan fisiologis dan
kebutuhan keselamatan atau keamanan terpenuhi dengan baik maka kebutuhan sosial
atau afiliasi akan muncul sebagai kebutuhan yang dominan. Dengan demikian,
apabila kebutuhan afiliasi menjadi dominan, seseorang akan berjuang untuk
mendapatkan hubungan yang sangat bermakna dengan yang lain. Kemudian mereka
merasa membutuhkan penghargaan, baik penghargaan diri maupun penghargaan dari
orang lain. Sekali kebutuhan penghargaan dan pengakuan dapat dipenuhi secara
kuat, akan timbul pula kebutuhan untuk aktualisasi diri.
2) Teori
Dua faktor menurut Frederick Herzberg
Pada umumnya, para karyawan cenderung
memusatkan perhatiannya pada pemuas tingkat kebutuhan lebih rendah dalam
pekerjaan, terutama keamanan. Tetapi setelah hal itu terpuaskan, mereka akan
berusaha untuk memenuhi tingkatan-tingkatan kebutuhan yang lebih tinggi,
seperti kebutuhan inisiatif, kreatifitas dan tanggung jawab.
Herzberg telah menemukan dua kelompok
faktor-faktor yang mempengaruhi kerja seseorang dalam organisasi. Faktor-faktor
penyebab kepuasan kerja (job satisfaction)
mempunyai pengaruh pendorong bagi prestasi dan semangat kerja, dan
faktor-faktor penyebab ketidakpuasan kerja (job dissatisfaction) mempunyai
pengaruh negatif. Jadi menurut penemuannya membedakan antara yang mereka sebut
“motivators” atau “pemuas” (satisfiers)
dan faktor-faktor pemeliharaan (Hygienic
factors) atau dissatisfiers.
Motivator mempunyai pengaruh meningkatkan prestasi atau kepuasan kerja.
Faktor-faktor pemeliharaan mencegah merosotnya semangat kerja atau efisiensi,
dan meskipun faktor-faktor ini tidak dapat memotivasi, tetapi dapat menimbulkan
ketidakpuasan kerja atau menurunnya produktifitas. (T. Hani Handoko, 1986: 259)
Tabel 2
Faktor-faktor
Pemuas dan Pemeliharaan Kerja
Faktor-faktor Pemuas
|
Faktor-faktor Pemeliharaan
|
Prestasi
Penghargaan
Pekerjaan kreatif dan menantang
Tanggung jawab
Kemajuan dan peningkatan
|
Kebijaksanaan dan administrasi perusahaan
Kualitas pengendalian teknik
Kondisi kerja
Hubungan kerja
Status pekerjaan
Keamanan kerja
Kehidupan pribadi
penggajian
|
Sumber: T. Hani Handoko, 1986: 260
Jadi secara ringkas, penemuan penting dari
penelitian Herzberg dan kawan-kawannya adalah bahwa manajer perlu memahami
faktor-faktor apa yang dapat digunakan untuk memotivasi para karyawan.
Faktor-faktor pemeliharaan sebagai faktor negatif (yang ekstrinsik) dapat
mengurangi dan menghilangkan ketidakpuasan kerja dan menghindari masalah,
tetapi tidak akan dapat digunakan untuk memotivasi bawahan, hanya faktor-faktor
positiflah “motivators” (yang instrinsik), yang dapat memotivasi para karyawan
untuk melaksanakan keinginan para manajer
3) Teori
Kebutuhan David C. McClelland
Konsep penting lain dari teori motivasi yang
didasarkan dari kekuatan yang ada pada diri manusia adalah motivasi prestasi Mc
Clelland. Seseorang dianggap mempunyai apabila dia mempunyai keinginan
berprestasi lebih baik daripada yang lain pada banyak situasi. McClelland
menguatkan pada tiga kebutuhan yaitu:
a) Kebutuhan
prestasi tercemin dari keinginan mengambil tugas yang dapat dipertanggungjawabkan
secara pribadi atas perbuatan-perbuatannya. Ia menentukan tujuan yang wajar
dapat memperhitungkan resiko dan ia berusaha melakukan sesuatu secara kreatif
dan inovatif.
b) Kebutuhan
afiliasi, kebutuhan ini ditujukan dengan adanya bersahabat.
c) Kebutuhan
kekuasaan, kebutuhan ini tercemin pada seseorang yang ingin mempunyai pengaruh
atas orang lain, dia peka terhadap struktur pengaruh antar pribadi dan dia
mencoba menguasai orang lain dengan mengatur perilakunya dan membuat orang lain
terkesan kepadanya, serta selalu menjaga reputasi dan kedudukannya. (Sukanto
dan Handoko, 1986: 85).
Saran khusus yang diberikan oleh McClelland
adalah mengenai pengembangan kebutuhan akan kinerja yang positif tinggi, saran
yang diajukan adalah meliputi hal-hal sebagai berikut:
a) Individu
mengatur tugas sedemikian rupa sehingga mereka menerima umpan balik secara
berkala atas hasil karyanya. Hal ini akan memberikan informasi untuk mengadakan
modifikasi atau koreksi
b) Individu
hendaknya mencari model kinerja yang baik, pahlawan kinerja, individu yang
berhasil, dan pemenang serta menggunakan mereka sebagai teladan.
c) Individu
hendaknya memodifikasi citra diri mereka sendiri.
d) Individu
hendaknya mengendalikan imajinasi, berpikir secara realitis dan positif
mengenai cara mereka merealisasikan tujuan yang diharapkan.
b. Teori
Proses (Process Theory)
1) Teori
Pengharapan
Teori ini berhubungan dengan motivasi, dimana
individu diperkirakan akan menjadi pelaksana dengan prestasi tinggi bila
karyawan melihat suatu kemungkinan tinggi bahwa usaha-usaha mereka akan
mengarah ke prestasi tinggi, suatu kemungkinan tinggi bahwa prestasi tinggi
akan mengarah ke hasil-hasil yang menguntungkan, dan bahwa hasil-hasil tersebut
akan menjadi penarik atau rangsangan efektif bagi mereka. (T. Hani Handoko, 1986:
262).
Menurut Victor Vroom yang dikutip dalam T.
Hani Handoko, 1986: 263, dikenal sebagai:
Teori nilai –
Pengharapan Vroom, orang dimotivasi untuk bekerja bila mereka mengharapkan
usaha-usaha yang ditingkatkan akan mengarahkan ke balas jasa tertentu, dan
menilai balas jasa sebagai hasil dari usaha-usahamereka.
Teori ini mengandung berbagai kesulitan dalam
penerapannya. Tetapi penemuan-penemuan sejenis lainnya menunjukkan konsistensi
dalam hal adanya pengaruh hubungan sebab-akibat antara penghargaan, prestasi,
dan penghargaan (balas jasa) ekstrensik seperti pengupahan atau kenaikan
pangkat.
2) Teori
Pembentukan Perilaku
Teori ini dikembangkan oleh B.F Skinner yang
mengemukakan pendekatan lain terhadap motivasi yang mempengaruhi dan merubah
perilaku kerja yaitu teori pembentukan perilaku (operant conditioning).
Pendekatan ini didasarkan terutama atas hukum
pengaruh, yang menyatakan bahwa perilaku yang diikuti dengan
konsekuensi-konsekuensi pemuas cenderung diulang, sedangkan perilaku yang
diikuti konsekuensi-konsekuensi hukuman cenderung tidak diulang. Dengan
demikian perilaku individu di waktu mendatang dapat diperkirakan atau
dipelajari dari pengalaman di waktu yang lalu. (T. Hani Handoko, 1986: 264)
Gambar 1
Proses Pembentukan
Perilaku
|
|
|
|
Jadi, perilaku (tanggapan) individu terhadap
suatu situasi atau kejadian (stimulus) adalah penyebab konsekuensi tertentu.
Bila konsekuensi itu positif, individu akan memberikan tanggapan sama terhadap
situasi yang sama, tetapi bila konsekuensi tidak menyenangkan individu akan
cebderung merubah perilakuknya untuk menghindarkan dari konsekuensi tersebut.
Ada
empat teknik yang dapat dipergunakan manajer untuk mengubah perilaku
bawahannya, yaitu:
a) Penguatan
Positif, bisa penguatan primer seperti minuman atau makanan yang memuaskan
kebutuhan-kebutuhan biologis, ataupun penguat sekunder seperti penghargaan
berujud hadiah, promosi dan uang.
b) Penguatan
negatif, dimana individu akan mempelajari perilaku yang membawa konsekuensi
tidak menyenangkan dan kemudian menghindari perilaku tersebut di masa
mendatang.
c) Pemadaman,
dilakukan dengan peniadaan penguatan.
d) Hukuman,
dilakukan melalui manajer mencoba untuk mengubah perilaku bawahan yang tidak
tepat dengan pemberian konsekuensi-konsekuensi negatif. (T. Hani Handoko, 1986:
265)
3) Teori
Porter – Lawler
Model Porter – lawler adalah teori
pengharapan dari motivasi dengan versi orientasi masa mendatang, dan juga
menekankan antisipasi tanggapan-tanggapan atau hasil-hasil. Para
manajer tergantung terutama pada pengharapan di masa yang akan mendatang, dan
bukan pengalaman biasa yang lalu. Atas dasar probabilitas usaha pengharapan
yang dirasakan usaha dijalankan, prestasi dicapai, penghargaan diterima,
kepuasan terjadi dan ini mengarahkan ke usaha di masa yang akan datang.
Adapun model motivasi Porter – Lawler,
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2
Model Motivasi Porter
and Lawler
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Sumber: T. Hani Handoko, 1986: 268
Secara teoritik, model pengharapan ini
berjalan sebagai berikut: nilai penghargaan yang diharapkan karyawan
dikombinasikan dengan persepsi orang tersebut tentang usaha yang mencakup dan
probabilitas dari pencapaian penghargaan untuk menyebabkan atau menimbulkan
suatu tingkat usaha tertentu yang dikombinasikan dengan kemampuan, sifat
karyawan dan persepsinya mengenai kegiatan-kegiatan yang dibutuhkan untuk
mencapai tingkat prestasi yang diperlukan atau disyaratkan untuk menerima
penghargaan-penghargaan instrinsik yang melekat pada penyelesaian tugas dan
penghargan-penghargaan ekstrinsik dari manajemen bagi pencapaian prestasi yang
diinginkan. Persepsi individu mengenai keadilan dari penghargaan-penghargaan
ekstrinsik yang diterima, ditambah perasaan yang dihasilkan dari prestasinya,
menghasilkan tingkat kepuasan yang dialami oleh karyawan.
4) Teori
Keadilan
Teori ini mengemukakan bahwa orang akan
selalu cenderung membandingkan antara:
a) Masukan-masukan
yang mereka berikan pada pekerjaannya dalam bentuk pendidikan, pengalaman,
latihan dan usaha.
b) Hasil-hasil
(penghargaan-penghargaan) yang mereka terima, seperti juga mereka membandingkan
balas jasa yang diterima karyawan lain dengan yang diterima dirinya untuk
pekerjaan yang sama.
4.
Jenis-jenis
Motivasi
Dalam perusahaan dalam hal ini yaitu rumah sakit,
motivasi mempunyai peranan yang penting, karena menyangkut langsung pada unsur
manusia dalam perusahaan. Motivasi yang tepat Akan mampu memajukan dan
mengembangkan perusahaan. Unsur manusia dalam perusahaan terdiri dari dua
kelompok orang yaitu orang yang memimpin (manajemen) dan orang yang dipimpin
(pegawai atau pekerja). Masalah motivasi dalam organisasi menjadi tanggung
jawab manajemen untuk menciptakan, mengatur, dan melaksanakannya. Oleh karena
itu sesuai dengan sifat motivasi yaitu bahwa ia adalah rangsangan bagi motif
perbuatan manusia, maka manajemen harus dapat menciptakan motivasi yang mampu
menumbuhkan motif orang-orang sehingga mau berbuat sesuai dengan kehendak
perusahaan.
Motivasi dalam perusahaan ditinjau
dengan perannya ada dua jenis motivasi yaitu:
a. Motivasi
positif
Motivasi yang menimbulkan harapan yang
sifatnya menguntungkan atau menggembirakan bagi pegawai, misalnya gaji,
tunjangan, fasilitas, karier, jaminan hari tua, jaminan kesehatan, jaminan
keselamatan dan semacamnya.
b. Motivasi
negatif
Motivasi yang menimbulkan rasa takut,
misalnya ancaman, tekanan, intimidasi dan sejenisnya.
Semua manajer haruslah menggunakan kedua
motivasi tersebut. Masalah utama dari kedua jenis motivasi tersebut adalah
proposi penggunaan dan kapan menggunakannya. Para
pimpinan yang lebih percaya bahwa ketakutan akan mengakibatkan seseorang segera
bertindak, mereka akan lebih banyak menggunakan motivasi negatif. Sebaliknya
kalau pimpinan percaya kesenangan akan menjadi dorongan bekerja ia banyak
menggunakan motivasi postif. Walaupun demikian tidak ada seorang pimpinan yang
sama sekali tidak pernah menggunakan motivasi negatif. Penggunaan masing-masing
jenis motivasi ini dengan segala bentuknya harus mempertimbangkan situasi dan
orangnya, sebab pada hakikatnya setiap individu adalah berada satu dengan yang
lain. Suatu dorongan yang mungkin efektif bagi seseorang, mungkin tidak efektif
bagi orang lain.
Sedangkan ditinjau dari segi perwujudannya
motivasi dapat di bedakan menjadi dua bentuk yaitu:
a.
Materiil
Misalnya uang, kertas berharga atau barang
atau benda apa saja yang dapat menjadi daya tarik. Barang-barang yang bersifat
fisik materiil seperti dalam bidang pembinaan kepegawaian disebut insentif (perangsang).
Diantara jenis-jenis perangsang
tersebut, uang menduduki tempat penting karena ia menjadi insentif yang paling
popular dalam bentuk misalnya gaji, upah, premi, bonus, jasa produksi,
tunjangan, dan sederetan nama lain yang wujudnya adalah uang. Meskipun demikian
uang bukanlah satu-satunya insentif dalam pekerjaan bahkan dalam kehidupan pada
umumnya, karena ada insentif yang lebih menarik dalam suatu perusahaan,
misalnya penyediaan makan siang, pemberian pakaian kerja (terutama untuk
pekerjaan lapangan), pemberian natura, penyediaan barang keperluan sehari-hari
di toko koperasi yang lebih murah.
b.
Non-materiil
Tidak ada istilah lain, tetap
memakai kata motivasi, seringkali motivasi non-materiil mempunyai daya tarik
lebih besar daripada beberapa jenis motivasi materiil atau fisik, bagi
orang-orang tertentu. Motivasi demikian misalnya motivasi atas landasan agama
atau keyakinan, sehingga tanpa berpikir keduniaan (pujian, balas jasa,
pemberian uang atau barang) orang berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi orang
bagi orang lain dengan ikhlas semata-mata karena dorongan agama atau
keyakinannya.
B.
Hasil
Penelitian yang Relevan
Langkah ini ditempuh agar penelitian ini
terfokus dan tidak mengulang daripada penelitian yang sudah ada. Penulis
menemukan sejenis penelitian. Penelitian yang lebih dahulu diteliti oleh Siti
Rochimah dengan judul penelitian “Pengaruh tingkat pendidikan, pengalaman kerja
dan tingkat upah terhadap produktifitas wartawan PT. Aksara Solopos di
Surakarta dengan variabel penelitian pendidikan, pengalaman kerja, tingkat
upah. Yang mana hasilnya tingkat pendidikan dan pengalaman kerja berpengaruh terhadap
produktifitas kerja sedang untuk upah tidak berpengaruh yang signifikan
terhadap produktifitas kerja.
Penelitian yang di kemukakan oleh Suhirlan
(UMS: 2000) yang meneliti masalah motivasi yang menggunakan analisis regresi,
analisis korelasi dan uji t bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan
antara pemberian motivasi dengan semangat kerja karyawan.
Hasil penelitian Supriatno (2000), meneliti
tentang penerapan teori X dan teori Y dalam penilaian prestasi kerja
menyimpulkan bahwa semakin tinggi penilaian terhadap prestasi kerja seseorang
maka motivasi yang dimiliki juga tinggi. Penilaian prestasi kerja cukup besar
perannya dalam mendorong motivasi kerja pada karyawan di perusahaan.
Pelaksanaan penilaian prestasi kerja sebaiknya dilakukan oleh atasan. Alat
penilaian kinerja dibuat berdasarkan jabatan karyawan
Mencermati hasil tiga penelitian di atas
jelas bahwa setiap perusahaan berbeda variabel yang berpengaruh dominan
terhadap prestasi dan kepuasan kerja karena setiap orang mempunyai karakteristik
yang berbeda. Begitu juga dengan karyawan RSO. Prof DR Soeharso juga mempunyai
variabel yang berbeda dalam mempengaruhi prestasi dan kepuasan kerja. Penulis
menggaris bawahi bahwa faktor Motivasi yang terdiri dari gaji, tunjangan, dan
lingkungan kerja mempunyai hubungan dan pengaruh yang erat terhadap kepuasan
kerja karyawan, yang membedakan variabel penelitian skripsi diatas dari
penelitian yang penulis teliti.
C.
Kerangka
Berfikir
Untuk mempermudah pemahaman tentang
penelitian ini penulis menggunakan kerangka pemikiran sebagai landasan dalam
pembahasan masalah yang penulis teliti. Motivasi kerja merupakan sesuatu yang
menimbulkan produktivitas kerja. Tanpa adanya motivasi kerja bagi karyawan
tujuan yang ditetapkan perusahaan tidak akan tercapai sehingga kuat lemahnya
motivasi kerja ikut menentukan besar kecilnya kepuasan kerja. Motivasi kerja
dalam sebuah organisasi atau perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya gaji, tunjangan dan lingkungan kerja. Faktor-faktor motivasi
internal yang melekat pada diri seseorang meliputi kepuasan kerja disertai
dengan kebutuhan finansial seperti gaji, tunjangan, pemberian jasa produksi dan
jaminan sosial, sedangkan faktor eksternal berupa lingkungan kerja dimana
karyawan dalam melakukan pekerjaan (Sukanto dan Handoko, 1991: 257-258). Dalam
penelitian ini penulis ingin mengetahui hubungan antara faktor-faktor motivasi
yang terdiri dari gaji, tunjangan dan lingkungan kerja terhadap kepuasan kerja
Gambar 3
Hubungan Motivasi
kerja dengan Kepuasan Kerja
|
|
|
D.
Hipotesis
Hipotesis merupakan suatu pernyataan yang
bersifat sementara atau dugaan saja (Muhammad, 2005: 42). Berdasarkan uraian
diatas, penulis mengemukakan bahwa hipotesis dalam penelitian ini yaitu
1.
Ho = Tidak ada hubungan yang signifikan
antara faktor motivasi yang terdiri dari gaji, tunjangan, dan lingkungan kerja
terhadap kepuasan kerja
Ha = Ada
hubungan yang signifikan antara faktor motivasi yang terdiri dari gaji,
tunjangan, dan lingkungan kerja terhadap kepuasan kerja.
2.
Ho = Variabel gaji tidak memiliki hubungan
yang lebih dominan dengan kepuasan kerja dibanding variabel tunjangan dan
lingkungan kerja.
Ha =Variabel gaji berhubungan dominan dengan
kepuasan kerja dibanding variabel tunjangan dan lingkungan kerja.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Waktu
dan Wilayah Penelitian
1.
Waktu
Waktu yang direncanakan dimulai dari penyusunan usulan
penelitian sampai terlaksananya laporan penelitian ini, yakni pada bulan
Desember 2006 sampai Februari 2007
2.
Tempat
Penelitian
Penelitian ini bertempat di RSO. Prof DR. R. Soeharso
Surakarta Jalan Jend. Ahmad Yani Surakarta 57162.
B.
Metode
Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode kuantitatif. Metode kuantitatif adalah metode yang digunakan
untuk penyajian hasil penelitian dalam bentuk angka-angka atau statistik.
Metode kuantitatif digunakan untuk menguji hipotesis. Penelitian ini
dimaksudkan untuk mengetahui hubungan faktor motivasi kerja terhadap kepuasan
kerja karyawan di RSO. Prof. DR. R. Soeharso Surakarta.
C.
Variabel-Variabel
Penelitian
1.
Variabel
Bebas
Motivasi kerja adalah sesuatu yang dapat diukur maupun
tidak dapat diukur dengan uang yang diperoleh karyawan yang dapat mendorong
kepuasan kerja karyawan dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya di dalam
perusahaan. Motivasi disini terdiri atas faktor motivasi internal dan faktor
motivasi eksternal. Dimana motivasi internal merupakan kebutuhan dan keinginan yang ada dalam diri
seseorang yang akan menimbulkan motivasi seperti gaji, macam-macam tunjangan,
pemberian jasa produksi dan pemberian jaminan sosial, sedangkan motivasi
eksternal merupakan faktor yang mendorong seseorang dari luar seperti
lingkungan kerja, suasana kerja meliputi perasaan tentram dengan suasana kerja
yang memadai baik suasana ramah dari pimpinan, hubungan pimpinan dan bawahan
dan kejelasan terhadap tugas-tugas yang diberikan kepada karyawan.
2.
Variabel
Terikat
Variabel terikat adalah tipe variabel yang dijelaskan dan
dipengaruhi oleh variabel independent. Variabel dependent dalam penelitian ini
adalah kepuasan kerja.
D.
Operasional
Variabel
Tabel 3
Definisi Operasional
Variabel
Jenis Variabel
|
Variabel
|
Indikator
|
Variabel Independen
|
Gaji (X1)
|
Besar gaji yang diperoleh karyawan atau
perawat.
|
Tunjangan (X2)
|
Besar tunjangan yang diperoleh karyawan.
|
|
Lingkungan Kerja (X3)
|
1. Kondisi kerja
2. Pertukaran udara
3. Kerjasama antar
karyawan
4. Pelayanan karyawan
5. Fasilitas alat
kerja
|
|
Variabel Dependen
|
Kepuasan kerja (Y)
|
1. Kepuasan terhadap
pekerjaan
2. Kepuasan terhadap
gaji
3. Kepuasan terhadap
tunjangan
4. Kepuasan terhadap
Pimpinan
5. Kepuasan terhadap
rekan kerja
6. Kepuasan terhadap
lingkungan kerja
|
Berdasarkan variabel-variabel penelitian yang
ada, dapat dijelaskan definisi operasional variabelnya sebagai berikut:
1.
Gaji
Dalam
Penelitian ini variabel gaji diukur dengan banyaknya nilai atau nominal uang
yang di peroleh karyawan setiap bulannya, dan dinyatakan dalam satuan rupiah.
2.
Tunjangan
Dalam
Penelitian ini yang dimaksud dengan tunjangan adalah sesuatu yang diukur
berdasarkan besarnya rupiah yang diperoleh karyawan di waktu memperoleh
tunjangan.
3.
Lingkungan
Kerja
Lingkungan
kerja didefinisikan dan diukur berdasarkan persepsi karyawan terhadap kondisi
kerja, pertukaran udara, kerjasama antar karyawan, pelayanan karyawan, dan
fasilitas alat kerja.
4.
Kepuasan
Kerja
Dalam penelitian ini, kepuasan kerja diukur berdasarkan
beberapa aspek, yaitu:
a. Kepuasan
terhadap pekerjaan, parameternya meliputi:
1) Rasa
suka atau tidak suka terhadap pekerjaan
2) Tingkat
kesungguhan untuk menjalankan tugas dengan baik dan minat untuk mengembangkan
karir.
b. Kepuasan
terhadap gaji dan pemberian tunjangan/kesejahteraan, parameternya meliputi:
1) Puas
tidaknya karyawan dengan gaji dan sistem penggajian yang diterapkan perusahaan.
2) Tingkat
terhadap jaminan kesejahteraan yang diberikan oleh perusahaan.
c. Kepuasan
terhadap pimpinan, parameternya meliputi:
1) Sikap
dan tingkat perhatian dari atasan kepada karyawan.
2) Kompetensi
yang dimiliki atasan, berkaitan juga dengan kebijakan yang dibuat.
3) Cara
berkomunikasi dan interaksi atasan dengan karyawan, baik formal atau yang
berkaitan dengan perintah atau penugasan, juga komunikasi informal yang lebih
bersifat personal.
d. Kepuasan
terhadap rekan-rekan kerja, parameternya meliputi:
1) Sikap
dan tingkat perhatian rekan kerja, baik berkaitan dengan pekerjaan maupun
menyangkut hal-hal yang bersifat personal.
2) Kerjasama
yang terjalin dengan sesama rekan kerja, berkaitan juga dengan saling memberi
masukan maupun kritikan.
3) Interaksi
dan komunikasi personal yang terjalin dengan rekan kerja.
e. Kepuasan
terhadap lingkungan kerja, parameternya adalah kepuasan karyawan terhadap
kondisi fisik tempat dimana mereka bekerja, baik Kantor, kondisi ruang kerja,
juga fasilitas yang ada ditempat kerja.
E.
Populasi
dan Sampel
Populasi ialah keseluruhan subjek penelitian
(Suharsimi Arikunto, 2002: 108). Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
karyawan RSO DR. R. Soeharso Surakarta, tapi dalam penelitian ini penulis hanya
mengambil tiga unit saja yaitu karyawan IBS (Instalasi Bedah Sentral),
Anesthesi dan Ruang Sadar. Hal itu dikarenakan bahwa tingkat resiko pekerjaan
yang dilakukan oleh karyawan atau perawat bagian IBS (Instalasi Bedah Sentral),
Anesthesi dan Ruang Sadar sangatlah tinggi dan tingkat pemasukan pendapatan
rumah sakit paling banyak didapat dari ketiga bagian tersebut. Sehingga hal itu
dapat dijadikan acuan oleh pihak rumah sakit untuk memberikan motivasi baik
internal ataupun eksternal sehingga tujuan rumah sakit dapat tercapai.
Sampel adalah sebagian dari jumlah
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Penelitian ini yang menjadi
sampel adalah karyawan bagian IBS (Instalasi Bedah Sentral), Anesthesi dan
Ruang Sadar. Teknik pengambilan sampel secara purposive sample (sampel bertujuan) yaitu dilakukan dengan cara
mengambil subyek bukan didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan
atas adanya tujuan tertentu (Suharsimi Arikunto, 2002: 117). Jadi anggota
sampel yang akan diteliti dalam penelitian ini sebanyak 60 perawat.
F.
Data
dan Sumber Data
1.
Data
Primer
Data
primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber penelitian, yaitu
karyawan bagian IBS (Instalasi Bedah Sentral), Anesthesi dan Ruang Sadar dan yang
menjadi obyek penelitian itu sendiri yaitu RSO Prof. Dr. Soeharso Surakarta.
2.
Data
Sekunder
Data
yang pengumpulannya tidak dilakukan sendiri oleh peneliti, tapi diperoleh dari
pihak lain. Dalam hal ini peneliti
mengambil dari literature-literatur yang ada dibuku atau dokumentasi atau
file-file yang dimiliki RSO. Prof. DR. R. Soeharso Surakarta.
G.
Metode
Pengumpulan Data
1. Metode
Angket atau Kuesioner
Metode
ini sering disebut dengan metode kuesioner, yaitu daftar pertanyaan yang
diberikan pada orang lain dengan maksud orang tersebut bersedia memberikan
respon sesuai dengan permintaan peneliti.
2. Metode
Observasi
Metode
observasi adalah mengadakan pengamatan secara langsung pada karyawan yang
dijadikan responden kemudian melakukan pencatatan data yang dilakukan.
3. Metode
Dokumentasi atau Studi Pustaka
Metode
Dokumentasi atau Studi Pustaka adalah suatu cara yang digunakan untuk mencari
data mengenai hal-hal variabel berupa catatan, transkip, buku, surat, majalah, agenda dan
sebagainya.
Metode
ini merupakan metode bantu yang digunakan untuk memperoleh data-data menyangkut
informasi. Metode yang digunakan
merupakan metode pengumpulan data mengenai suatu hal yang pernah terjadi dan
didokumentasikan. Metode ini juga digunakan untuk memperoleh
data tentang deskripsi daerah penelitian yaitu di Rumah Sakit Orthopedhi Prof. DR. R
Soeharso Surakarta.
4. Metode
Wawancara atau Interview
Wawancara
atau interview adalah serangkaian wawancara yang dimaksudkan untuk melengkapi
kuesioner atau jawaban yang kurang terarah, sehingga dari wawancara ini
diharapkan dapat diperoleh keterangan lebih lanjut dari pihak yang
bersangkutan.
H.
Instrumen
Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat pada waktu peneliti
menggunakan suatu metode pengumpulan data (Suharsimi Arikunto 1991: 121), dalam
penelitian ini instrumen yang digunakan berupa angket (kuesioner) yang
berisikan pertanyaan yang akan di jawab oleh responden.
Penelitian ini menggunakan skala Thurstone merupakan skala mirip skala
likert karena merupakan suatu instrumen yang jawabannya menunjukkan tingkatan.
Pernyataan yang diajukan kepada responden
disarankan oleh thurstone kira-kira 10 butir, tetapi tidak kurang dari 5 butir
(Suharsimi Arikunto 1993: 181). Kriteria penyekoran jawabannya sebagai berikut:
1. Untuk
pernyataan yang mengandung nilai positif skor yang diberikan:
Sangat Puas diberi nilai 3
Puas
diberi nilai 2
Tidak Puas diberi nilai 1
2. Untuk
pernyataan yang mengandung nilai negatif skor yang diberikan:
Sangat
Puas diberi nilai 1
Puas
diberi nilai 2
Tidak
Puas diberi nilai 3
Data primer dalam penelitian ini diperoleh
dari angket atau kuesioner, agar kuesioner yang disebarkan kepada responden
benar-benar dapat mengukur apa yang ingin diukur maka kuesioner haruslah shahih
(valid) dan andal (reliabel). Uji validitas dan uji reliabilitas terhadap
butir-butir pertanyaan dalam kuesioner agar data yang diperoleh dari pengukuran
jika diolah tidak memberikan hasil yang menyesatkan.
Pengujian terhadap hasil kuesioner digunakan
analisis-analisis sebagai berikut:
1. Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan
tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen (Suharsimi Arikunto,
2002: 144).
Teknik yang digunakan untuk uji validitas adalah teknik
korelasi Product Moment dari Pearson. Pengujian menggunakan program
SPSS versi 11.00 dilakukan dengan cara mengkorelasikan masing-masing pertanyaan
dengan skor total. Nilai korelasi (r) dibandingkan dengan angka kritis dalam
tabel korelasi, untuk menguji koefisien korelasi ini digunakan taraf
sifnifikansi 5% dan jika r hitung > r tabel maka pertanyaan tersebut valid.
2. Reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana
suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Singarimbun dan
Effendi, 1989: 140).
Uji reliabilitas ini hanya dilakukan terhadap butir-butir
yang valid, dimana butir-butir yang valid diperoleh melalui uji validitas.
Tehnik yang digunakan untuk uji reliabilitas adalah tehnik Alpha Cronbach. Uji reliabilitas instrumen menggunakan pengujian
dengan taraf signifikansi 5%, jika r alpha
> 0,6 maka instrumen tersebut dinyatakan reliabel. Penghitungan dengan
menggunakan komputer program SPSS versi 11.00
I.
Teknik
Analisis Data
1. Regresi
Berganda
Analisis Regresi berganda digunakan untuk meramalkan
bagaimana keadaan (naik turunnya) variable dependen (kriterium), bila dua atau
lebih variable independent sebagai factor predictor dimanipulasi (dinaik
turunkan nilainya) (Sugiyono, 2000: 250)
Rumus:
= a + b1 x1 + b2 x2
+ b3 x3 + e
Dimana:
Y : Variabel dependen (Kepuasan Kerja)
a : Konstanta
b : Koefisien
x1 : Gaji
x2
: Tunjangan
x3 : Lingkungan Kerja
e :
Standar error, yaitu pengaruh variable lain yang tidak masuk ke dalam model tetapi ikut mempengaruhi
kepuasan kerja
2. Uji
F
Uji simultan dengan F test ini pada dasarnya bertujuan
untuk mengetahui pengaruh bersama-sama variable independent terhadap variable
dependen. Pengujian F dilakukan dengan membandingkan F hitung dengan F table.
Jika F hitung lebih besar dari F table dengan tingkat kepercayaan 95% atau
(p-value < 0,05), maka Ha diterima, yang artinya variable independent yang
diuji secara bersama-sama mempunyai pengaruh terhadap variable dependen
(Bambang Setiaji, 2004: 21). Uji F pada penelitian
digunakan untuk menguji signifikansi model regresi yaitu hubungan gaji,
tunjangan, dan lingkungan kerja secara simultan dengan kepuasan kerja karyawan
3. Uji
T
Uji parsial dengan T test ini bertujuan untuk mengetahui
besarnya pengaruh masing-masing variable independent secara individu (parsial)
terhadap variable dependen. Pengujian t dilakukan dengan membandingkan t hitung
dengan t table. Jika t hitung lebih besar dari t table pada tingkat kepercayaan
95% atau (p-value <0,05), maka Ha diterima, yang artinya variable
independent yang diuji secara parsial mempunyai pengaruh terhadap variable
dependen. (Bambang Setiaji, 2004: 13). Perhitungan
uji t dalam penelitian ini digunakan untuk menguji signifikansi dari hubungan
gaji, tunjangan, dan lingkungan kerja secara simultan berhubungan secara positif terhadap kepuasan kerja karyawan secara
individual.
4. Asumsi
Klasik
Uji asumsi klasik yang akan digunakan dalam penelitian
ini adalah uji normalitas, uji multikolonieritas, dan uji heteroskedastisitas.
a. Uji
Normalitas
Uji asumsi klasik normalitas adalah asumsi
bahwa nilai-nilai Y atau tiap X tertentu didistribusikan secara normal
disekitar rata-ratanya. Dalam model regresi linear, asumsi ini menandakan bahwa
distribusi dari error sampling adalah normal. Uji normalitas bertujuan menguji
apakah model regresi variable terikat dan variable bebas keduanya mempunyai
distribusi normal atau tidak.
Model regresi yang baik adalah yang memiliki
distribusi data normal atau mendekati normal. Untuk menghitung uji normalitas
dalam penelitian ini menggunakan chi square dimana letak kenormalan dengan
melihat jumlah nilai chi kuadrat hitung dengan chi kuadrat table. Jika chi
kuadrat hitung < chi kuadrat table maka data terdistribusi normal. (Sugiyono
2000: 79)
b. Uji
Multikolonieritas
Uji ini bertujuan untuk menguji apakah model
regresi ditemukan adanya korelasi antar variable bebas, istilah
multikolonieritas digunakan untuk menunjukkan adanya hubungan linear diantara
variable-variabel bebas dalam model regresi. Jika didalam model mengandung multikolonieritas,
berarti terjadi korelasi (mendekati sempurna) antar variable bebas. Model
regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar variable bebas. Jika
variable bebas saling berkorelasi, maka variable-variabel tidak orthogonal.
Variable orthogonal adalah variable bebas yang nilai korelasi antar sesame
variable bebas sama dengan nol.
Untuk mengetahui ada tidaknya
multikolonieritas antar variable, salah satu caranya dengan menggunakan
korelasi product moment dengan melihat nilai r hitung dari masing-masing
variable bebas terhadap variable terikat. Jika nilai r hitung < r kritis
(0.70), maka model dapat dinyatakan bebas dari asumsi klasik multikolonieritas.
(Bambang Setiaji, 2004: 39)
c. Uji
Heterokedastisitas
Bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain
tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut
heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas.
5. Analisis
Korelasi Berganda
Analisis
korelasi berganda adalah alat yang digunakan untuk mengetahui sejauhmana
hubungan antara variable-variabel independent seperti gaji, tunjangan, dan
lingkungan kerja dengan variable dependennya yaitu kepuasan kerja karyawan,
adapun rumus korelasi ganda:
R =
Keterangan:
R = koefisien korelasi ganda
b1…b3 = koefisien regresi masing-masing variabel
X1 = gaji
X2 = tunjangan
X3 = lingkungan kerja
Y = kepuasan kerja
Perhitungan
korelasi ini menggunakan SPSS 11.0 for Windows.
0 komentar:
Posting Komentar