skrip bab2 dan 3

Senin, 30 April 2012

BAB II
LANDASAN TEORI


A.   Kajian Teori
1.    Pengertian Motivasi
Motivasi merupakan masalah yang penting dalam setiap usaha sekelompok orang yang bekerja sama dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Menurut Sukanto dan Handoko (1986, hal 256), motivasi adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan.
Bernard Berelson dan Gary A. Steiner dalam Machrony (1854:109), dikutip dalam Siswanto (2006: 119) mendefinisikan motivasi sebagai:
All those inner striving conditions variously described as wishes, desires, needs, drivers, and the like.
Motivasi dapat diartikan sebagai keadaan kejiwaan dan sikap mental manusia yang memberikan energi, mendorong kegiatan (moves), dan mengarah atau menyalurkan perilaku ke arah mencapai kebutuhan yang memberikan kepuasan atau mengurangi ketidakseimbangan.

            Kebutuhan tersebut timbul akibat adanya berbagai hubungan. Kebutuhan dapat berwujud fisik biologis serta sosial ekonomis. Akan tetapi, yang lebih penting adalah adanya kebutuhan (needs) yang bersifat sosial psikis, misalnya penghargaan, pengakuan, keselamatan, perlindungan, keamanan, jaminan sosial, dan sebagainya. Secara singkat motivasi dapat diartikan sebagai bagian integral dan hubungan perburuan dalam rangka proses pembinaan, pengembangan, dan pengarahan sumber daya manusia. Karena sumber daya manusia merupakan salah satu elemen penting dan sangat menentukan dalam hubungan perburuan maka hal-hal yang berhubungan dengan konsepsi motivasi sudah wajar diberi perhatian yang sungguh-sungguh dari setiap pelaku yang berkepentingan untuk keberhasilan perusahaan sesuai dengan yang telah direncanakan sebelumnya.
Motivasi merupakan kegiatan yang mengakibatkan, menyalurkan dan memelihara perilaku manusia. Motivasi ini merupakan subjek yang penting bagi manajer, karena menurut definisi manajer harus bekerja dengan dan melalui orang lain. Manajer perlu memahami orang-orang berperilaku tertentu agar dapat mempengaruhinya untuk bekerja sesuai dengan yang diinginkan organisasi. Memotivasi adalah juga subjek membingungkan, karena motif tidak dapat diamati atau diukur secara langsung, tetapi harus disimpulkan dari perilaku orang yang tampak.
Motivasi bukan hanya satu-satunya faktor yang mempengaruhi tingkat prestasi seseorang. Dua faktor lainnya yang mempengaruhi tingkat prestasi seseorang adalah kemampuan individu dan pemahaman tentang perilaku yang diperlukan untuk mencapai prestasi yang tinggi disebut prestasi peranan.
Motivasi seringkali diartikan dengan istilah dorongan. Dorongan atau tenaga tersebut merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat, sehingga motif tersebut merupakan suatu driving force yang menggerakkan manusia untuk bertingkah laku dan dalam perbuatannya itu mempunyai tujuan tertentu.
Motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Oleh karena itu motivasi kerja dalam psikologis kerja biasa disebut dorongan semangat kerja. Kuat lemahnya motivasi kerja seorang tenaga kerja ikut menentukan besar kecilnya prestasi atau kepuasan. Oleh karena itu pimpinan harus selalu membuktikan dorongan kerja atau memotivasi kerja yang tinggi kepada karyawan untuk melaksanakan tugas-tugasnya. Memotivasi para karyawan untuk bersedia bekerja sama demi tercapainya tujuan bersama ini terdapat dua macam yaitu:
a.    Motivasi Finansial
Dorongan yang dilakukan dengan memberikan imbalan finansial kepada karyawan. Imbalan finansial tersebut sering disebut intensif.
b.    Motivasi Non Finansial
Dorongan yang diwujudkan tidak dalam bentuk finansial atau uang, akan tetapi berupa hal-hal seperti pujian, penghargaan, dan pendekatan manusiawi.
Berdasarkan pengertian diatas, maka bagi seorang pemimpin perusahaan di dalam memberikan motivasi kepada bawahannya, pertama-tama harus mengetahui pengaruh-pengaruh mana yang dapat mendorong orang-orang yang dipimpin agar mau bertindak untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. 
2.    Faktor-faktor Motivasi kerja
a.    Gaji
1)    Pengertian Gaji
Sistem gaji pada umumnya dipandang sebagai alat untuk mendistribusikan gaji pada karyawan. Pendistribusian ada yang berdasarkan pada produksi lamanya dinas dan berdasarkan kebutuhan hidup. Gaji sebenarnya merupakan suatu syarat-syarat perjanjian kerja yang diatur oleh pengusaha dan karyawan serta pemerintah. Gaji yang sebenarnya juga upah yang diterima itu sudah pasti jumlahnya pada setiap waktu yang telah ditetapkan.
Gaji atau upah merupakan dorongan utama untuk bekerja, karena gaji atau upah berbentuk uang dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari. Upah sebagai balas jasa atas prestasi kerja, harus dapat memenuhi kebutuhan hidup bersama keluarga secara layak sehingga ia dapat memusatkan tugas yang dipercayakan kepadanya (Sastro Djatmiko Marsono, 1993: 61).
Untuk lebih jelasnya, maka peneliti mengutip beberapa pengertian tentang upah atau gaji:
a)    Arti upah menurut undang – undang kecelakaan tahun 1974 No. 33 pasal 7 ayat a dan b, yang dimaksud dengan upah atau gaji yaitu :
                                        (1)   Tiap-tiap pembayaran berupa uang yang diterima oleh buruh sebagai ganti pekerjaan.
(2) Perumahan, makan, bahan makanan dan pakaian dengan percuma yang nilainya ditukar menurut harga umum ditempat itu.
b)    Menurut Edwin B. Flippo, upah adalah harga untuk jumlah jasa yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain (Heidjrahman Ranu Pandoyo dan Suad Husnan, 1984: 30).
c)    Menurut Hadi Purnomo, upah adalah jumlah keseluruhan yang ditetapkan sebagai penganti jasa yang dikeluarkan oleh tenaga kerja atau pegawai (Heidjrahman Ranu Pandoyo dan Suad Husnan, 1984: 129).
2)    Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat gaji
Perusahaan cenderung memandang upah sebagai pengeluaran aset. Upah atau gaji merupakan pengeluaran dalam pengertian bahwa gaji mencerminkan biaya tenaga kerja. Beberapa faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat upah antara lain:
a)    Penawaran dan permintaan tenaga kerja
Meskipun hukum ekonomi tidaklah dapat ditetapkan secara mutlak dalam masalah tenaga kerja, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa hukum penawaran dan permintaan akan mempengaruhinya. Untuk pekerjaan yang membutuhkan ketrampilan tinggi dan jumlah tenaga kerja sedikit, maka upah atau gaji cenderung tinggi, sedangkan untuk jabatan yang mempunyai penawaran melimpah upah cenderung turun.
b)    Organisasi buruh
Ada atau tidaknya organisasi buruh serta kuat lemahnya organisasi buruh akan ikut mempengaruhi terbentuknya tingkat upah. Adanya serikat buruh yang kuat berarti “bargaining position” karyawan juga kuat dan tentunya akan menaikkan tingkat upah dan sebaliknya.
c)    Kemampuan untuk membayar
Meskipun sedikit buruh menuntut upah tinggi akhirnya realisasi pemberian upah tergantung pada kemampuan membayar perusahaan. Bagi perusahaan atau rumah sakit, upah atau gaji merupakan salah satu komponen biaya produksi. Tingginya gaji akan mengurangi keuntungan. Jika kenaikkan produksi sampai mengakibatkan kerugian perusahaan, maka perusahaan tidak akan mampu memenuhi fasilitas karyawan.
d)    Produktifitas
Gaji atau upah merupakan imbalan prestasi kerja karyawan. Semakin tinggi prestasi karyawan, semakin besar pula upah yang akan diterima. Prestasi ini bisa dinyatakan sebagai semangat kerja.
e)    Biaya hidup
Faktor-faktor lain perlu diperhatikan adalah biaya hidup. Di kota-kota besar dimana biaya hidup tinggi, upah juga cenderung tinggi. Bagaimanapun biaya hidup merupakan batas penerimaan upah untuk karyawan.
f)     Pemerintah dan pesaing
Pemerintah dengan peraturan-peraturan yang dibuatnya serta para pesaing juga mempengaruhi tinggi rendahnya gaji.
3)    Tujuan Upah atau gaji
Adapun tujuan pemberian upah atau gaji adalah sebagai berikut:
a)    Memikat karyawan
Gaji dapat digunakan untuk memikat karyawan. Biasanya pelamar akan membandingkan jumlah rupiah, pelamar kerja sering meletakkan bobot lebih pada gaji yang sering ditawarkan dibandingkan faktor-faktor lainnya seperti tunjangan dan imbalan dalam bentuk lain.
b)    Menahan karyawan yang kompeten
Setelah organisasi mengikat dan mengangkat karyawan-karyawan baru, sistem gaji haruslah tidak merintangi upaya-upaya karyawan yang proaktif. Untuk itu perusahaan haruslah menetapkan suatu kebijaksanaan yang adil dan wajar dalam hal penggajian.
c)    Motivasi dan gaji
Perusahaan menggunakan skala gaji untuk memotivasi karyawan. Sebagai contoh pendapatan lembur dan lain-lain. Individu-individu termotivasi untuk bekerja pada saat mereka merasa bahwa imbalan didistribusikan secara adil.
d)    Motivasi dan kinerja
Para karyawan mengharapkan bahwa kinerja mereka akan berkorelasi dengan imbalan yang diperoleh dari perusahaan. Jika karyawan melihat bahwa kerja keras dan kinerja yang unggul diakui dan diberikan imbalan oleh perusahaan, maka akan mengharapkan hubungan seperti itu berlanjut.
b.    Tunjangan
Definisi Tunjangan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Tunjangan adalah tambahan pendapatan diluar gaji sebagai bantuan, yang ditunjangkan, sokongan atau bantuan. Langkah – langkah dalam memastikan penyediaan tunjangan bagi setiap pegawai yang sesuai dengan kebutuhan atau keinginan mereka, ada dua metode dasar untuk mencapai sasaran tersebut yaitu:
1)    Pendekatan Kafetaria
Mencakup pengalokasian kepada setiap pegawai sejumlah kompensasi dan memperkenankan pegawai untuk memilih campuran uang tunai dan tunjangan yang diinginkan. Metode ini paling baik mencapai kepuasan pegawai dengan penawaran kompensasi organisasi. Tetapi penyelenggaraannya dapat menjadi sulit dan mungkin memerlukan biaya lebih tinggi daripada rencana kompensasi lain. (A. Dale Timpe, Memotiwasi Pegawai, 1991:76)
2)    Pendekatan Multipaket
Memecahkan masalah yang diasosiasikan dengan pendekatan kafetaria sementara tetap mempertahankan sebagian kesempatan pilihan individual. Persyaratan bagi perancangan rencana multipaket adalah pengumpulan informasi tentang keinginan pegawai.
3)    Kombinasi pendekatan kafetaria dan multipaket
Tawarkan jumlah terbatas rencana yang mencakup campuran berbeda unsur dasar kompensasi, yaitu gaji, liburan, pensiunan dan asuransi kesehatan. Cara ini menyederhanakan rancangan berbagai paket standar dan memberikan kepada setiap pegawai kesempatan lebih besar untuk memuaskan keinginan pribadi masing-masing.
Berdasarkan Sudarsono Shobron (2003:143) dalam Islam menginginkan terwujudnya masyarakat ideal, setiap warganya memperoleh hak-hak dan dengan ikhlas melaksanakan kewajiban-kewajibannya. Sehingga tidak ada warga yang terlantar dan diperlakukan tidak adil. Islam juga menekankan, adanya jaminan tingkat dan kualitas hidup minimum bagi seluruh masyarakat ini dapat dilihat dari banyaknya ayat Al Qur’an yang menekankan adanya tunjangan sosial. Allah berfirman di dalam surah An Nahl 71:
ª!$#ur Ÿ@žÒsù ö/ä3ŸÒ÷èt/ 4n?tã <Ù÷èt/ Îû É-øÌh9$# 4 $yJsù šúïÏ%©!$# (#qè=ÅeÒèù ÏjŠ!#tÎ/ óOÎgÏ%øÍ 4n?tã $tB ôMx6n=tB öNåkß]»yJ÷ƒr& óOßgsù ÏmŠÏù íä!#uqy 4 ÏpyJ÷èÏZÎ6sùr& «!$# šcrßysøgs ÇÐÊÈ

Artinya : Dan Allah melebihkan sebagian kamu dari sebagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezeki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezekinya itu) tidak mau memberikan rezeki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka (merasakan) rezeki itu. Maka mengapa mereka mengikari nikmat Allah?

Kandungan ayat diatas dapat diambil kesimpulan fakir miskin mempunyai hak dalam harta orang-orang kaya dan orang-orang yang tidak memperhatikan nasib buruh yang menjadi tanggung jawabnya, mereka dianggap mengingkari nikmat Allah.
c.    Lingkungan Kerja
1)    Pengertian Lingkungan Kerja
Setiap perusahaan selalu berusaha untuk menciptakan lingkungan kerja yang menyenangkan, karena akan berpengaruh terhadap peningkatan prestasi kerja dan kepuasan kerja karyawan. Adapun beberapa pengertian tentang lingkungan kerja antara lain lingkungan kerja adalah pengaturan tempat kerja, pengontrolan terhadap suasana gaduh, pengaturan kebersihan tempat kerja dan pengaturan keamanan kerja. (Reksodiprojo dan Gitosudarmo, 1992: 153)
Pengertian yang lain mengatakan bahwa lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar para pekerja dan apa yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas yang dibebankan. (Nitisemito, 1986: 183)
2)    Fungsi Lingkungan Kerja
Dalam suatu perusahaan apabila perusahaan tidak memperhatikan lingkungan kerja, maka untuk mencapai tujuan yang diinginkan sulit tercapai. Untuk itu lingkungan kerja perlu mendapat perhatian yang cukup penting.
Lingkungan kerja yang mempunyai syarat sebagai lingkungan kerja yang baik dalam perusahaan akan mendorong karyawan untuk bekerja lebih baik. Adapun fungsi lingkungan kerja adalah sebagai berikut:
a) Meningkatkan produktivitas atau hasil produksi
b) Memperbaiki kualitas pekerjaan para karyawan
c) Mengurangi tingkat kecelakaan para pekerja
d) Mengurangi turn over
e) Menekan biaya produksi
Dari beberapa fungsi diatas dapat disimpulkan bahwa memberi perhatian yang baik terhadap lingkungan kerja akan menyenangkan bagi karyawan dan memberikan keuntungan bagi perusahaan.
3)    Macam-macam Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja yang akan dibahas yaitu:
a)    Pengaturan ruang kerja
Penerangan yang baik memungkinkan tenaga kerja melihat objek-objek yang dikerjakannya secara jelas dan cepat. Lebih dari itu penerangan yang memadai memberikan kesan pemandangan yang lebih baik dan keadaan lingkungan yang menyenangkan. Sifat-sifat penerangan baik ditentukan oleh:
(1)  Pencegahan kesilauan
(2)  Arah sinar
(3)  Warna
(4)  Panas penerangan terhadap keadaan lingkungan
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka perencanaan dan pemeliharaan sistem penerangan sangat diperlukan dalam perusahaan. Dengan penerangan yang baik para karyawan akan bekerja dengan baik dan teliti, sehingga hasil kerjanya mempunyai kualitas yang cukup baik. Disamping itu sangat mempengaruhi semangat dan kegairahan kerja karyawan yang akhirnya dapat meningkatkan prestasi dan kepuasan kerja karyawan.
b)    Pengaturan suhu udara ruangan kerja secara garis besar ada dua cara dalam pengaturan udara yaitu:
(1)  Cara Ilmiah
Cara yang dilakukan dengan membuat celah-celah jendela, sehingga udara dari luar dapat masuk, dengan demikian pertukaran udara segar diluar berjalan lancar.
(2)  Cara mekanis
Cara mekanis yaitu cara memasang AC (Air Conditioner) baik local maupun sentral dalam ruangan kerja tidak terlalu panas. Suhu udara sangat penting dan perlu mendapat perhatian karena suhu udara dapat mempengaruhi tingkat efisiensi kerja karyawan. Suhu udara yang terlalu panas akan menimbulkan kelelahan-kelelahan karyawan bekerja tidak bertahan lama. Akibatnya dari kelelahan karyawan akan menurunkan tingkat efisiensi kerja karyawan. Pada perusahaan yang menggunakan AC (air conditioner) hendaknya berusaha mengatur suhu udara ruangan kerja 240 – 280 C sesuai dengan penelitian empiris, dan perlu diketahui suhu udara mempengaruhi lingkungan kerja karyawan yang sulit (tidak sehat) akan menurunkan semangat dan gairah kerja karyawan, sehingga mempengaruhi tingkat prestasi dan kepuasan kerja karyawan, sebaliknya lingkungan kerja yang baik akan memberikan semangat dan gairah kerja karyawan yang tinggi, sehingga akan menaikkan tingkat kepuasan kerja karyawan.

(3)  Kebersihan
Faktor kebersihan yang meliputi didalam dan diluar gedung perusahaan harus mendapatkan perhatian, karena apabila tidak diperhatikan maka karyawan akan merasa kurang nyaman dalam bekerja, untuk itu ada tenaga kebersihan dalam perusahaan, sehingga kebersihan perusahaan tetap terjaga dan karyawan akan merasa nyaman dalam bekerja.
Jadi berdasarkan pengertian-pengertian tentang lingkungan kerja diatas dapat disimpulkan bahwa suasana kerja disini dalam arti suasana yang tentram pada lingkungan kerjanya. Suasana kerja yang memadai dalam perusahaan antara lain:
                                  (1)   Suasana yang ramah yang datangnya dari pimpinan, dari segi cara bertindak dan bagaimana sikapnya terhadap bawahan.
(2)  Mengetahui dengan jelas akan tugas-tugas yang diberikan kepadanya.
d.    Kepuasan Kerja
1)    Pengertian Kepuasan Kerja
Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual karena setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai-nilai yang berlaku pada dirinya. Ini disebabkan karena adanya perbedaan pada masing-masing individu. Semakin banyak aspek-aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu tersebut, maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan (As’ad, 1987: 103-104)
Robbins menyatakan bahwa kepuasan kerja (job satisfaction) merujuk pada sikap seorang individu terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi akan menunjukkan sikap yang negatif terhadap pekerjaannya (Robbins, 2001: 139)
Howell dan Dipboye mendefinisikan kepuasan kerja sebagai hasil keseluruhan dari derajat rasa suka atau tidak sukanya tenaga kerja terhadap berbagai aspek dari pekerjaannya. Dengan kata lain kepuasan kerja mencerminkan sikap tenaga kerja terhadap pekerjaannya (Ashar, 2001: 350)
Susilo Martoyo mendefinisikan kepuasan kerja sebagai keadaan emosional karyawan dimana terjadi ataupun tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa kerja karyawan dari perusahaan dengan tingkat nilai balas jasa yang memang diinginkan oleh karyawan yang bersangkutan. Balas jasa kerja karyawan ini, baik yang berupa financial maupun yang non finansial. Bila kepuasan kerja terjadi maka pada umumnya tercemin pada perasaan karyawan terhadap pekerjaannya, yang sering diwujudkan dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaannya dan segala sesuatu yang dihadapi ataupun ditugaskan kepadanya di lingkungan kerjanya.
Dalam buku “Personel: The Human Problems of Managemen” karangan George Strauss dan Leonard R. Sayles, New Delhi, 1980, yang dikutip dalam Susilo Martoyo, mangatakan bahwa kepuasan kerja tersebut juga penting untuk aktualisasi diri. Karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai kematangan psikologis, dan selanjutnya akan dapat berakibat frustasi, semangat kerja rendah, cepat lelah dan bosan, emosi tidak stabil dan sebagainya.
Kepuasan bekerja dalam islam mengajarkan bahwa bekerja adalah fitrah dan sekaligus merupakan salah satu indentitas manusia, sehingga bekerja yang didasarkan pada prinsip-prinsip iman tauhid, bukan saja menunjukkan fitrah seorang muslim, tetapi sekaligus meninggikan martabat dirinya sebagai “hamba Allah” yang mengelola seluruh alam sebagai bentuk dari cara dirinya mensyukuri kenikmatan dari Allah Rabbul “Alamin. (Toto Asmara, 1995 hal 2)  
Al Qur’an menjelaskan dalam Surat Al Ar’aaf ayat 176 yang berbunyi:
öqs9ur $oYø¤Ï© çm»uZ÷èsùts9 $pkÍ5 ÿ¼çm¨ZÅ3»s9ur t$s#÷zr& n<Î) ÇÚöF{$# yìt7¨?$#ur çm1uqyd 4 ¼ã&é#sVyJsù È@sVyJx. É=ù=x6ø9$# bÎ) ö@ÏJøtrB Ïmøn=tã ô]ygù=tƒ ÷rr& çmò2çŽøIs? ]ygù=tƒ 4 y7Ï9º©Œ ã@sVtB ÏQöqs)ø9$# šúïÏ%©!$# (#qç/¤x. $uZÏG»tƒ$t«Î/ 4 ÄÈÝÁø%$$sù }È|Ás)ø9$# öNßg¯=yès9 tbr㍩3xÿtFtƒ ÇÊÐÏÈ     

Artinya : ”Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat) nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berpikir.“
Ayat diatas menjelaskan apabila bekerja itu adalah fitrah manusia, maka jelaslah bahwa manusia yang enggan bekerja, malas dan tidak mau mendayagunakan seluruh potensi diri untuk menyatakan keimanan dalam bentuk amal kreatif, sesungguhnya dia itu melawan fitrah dirinya sendiri, menurunkan derajat identitas dirinya sebagai manusia, untuk kemudian runtuh dalam kedudukan yang lebih hina dari binatang. Disamping ayat diatas ada pengertian lain mengenai bekerja yaitu manifestasi kekuatan iman, karena dorongan firman Allah SWT yang bersabda  dalam surah Az Zumar ayat 39 :
ö@è% ÉQöqs)»tƒ (#qè=yJôã$# 4n?tã öNà6ÏGtR%s3tB ÎoTÎ) ×@ÏJ»tã ( t$öq|¡sù šcqßJn=÷ès? ÇÌÒÈ

Artinya  : “ Katakanlah: "Hai kaumku, bekerjalah sesuai dengan keadaanmu, sesungguhnya aku akan bekerja (pula), maka kelak kamu akan mengetahui “
         
Ayat diatas merupakan perintah dan karenanya mempunyai nilai hukum ’’ wajib“ untuk dilaksanakan, yaitu perintah untuk bekerja. Seseorang yang mempunyai kesadaran untuk bekerja, dia selalu gandrung untuk berkreasi positif, tampil sebagai pelita yang benderang (as sirojam muniron), dan ingin hidupnya mempunyai arti.
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan suatu sikap seorang pekerja yang bersifat individu, berkaitan dengan perasaan terhadap pekerjaannya, menyangkut juga penyesuaian diri terhadap situasi dan kondisi lingkungan kerja.
2)    Faktor-faktor yang mempengaruhi Kepuasan Kerja
Banyak orang yang berpendapat bahwa gaji adalah faktor utama kepuasan kerja. Pada taraf tertentu hal tersebut memang bisa diterima, karena uang merupakan kebutuhan vital untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup. Akan tetapi bagi masyarakat yang sudah bisa memenuhi kebutuhan hidupnya secara wajar, maka gaji bukan lagi menjadi faktor utama.
Gilmer mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah sebagai berikut:
1)    Kesempatan untuk maju
Dalam hal ini ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh pengalaman dan peningkatan kemampuan selama kerja
2)    Keamanan kerja
Faktor ini sering disebut sebagai penunjang kepuasan kerja, keadaan yang aman sangat mempengaruhi perasaan karyawan selama kerja.
3)    Gaji
Gaji sering menyebabkan ketidakpuasan dan jarang orang mengekpresikan kepuasan kerja dengan sejumlah gaji yang diperolehnya.



4)    Perusahaan dan manajemen
Perusahaan dan manajemen yang baik akan memberikan situasi dan kondisi kerja yang stabil, sehingga menentukan kepuasan kerja karyawan.
5)    Pengawasan (supervisi)
Supervisi yang buruk bisa berakibat terjadi absensi dan turns over
6)    Faktor Intrinsik dari pekerjaan
Atribut yang ada pada pekerjaan mensyaratkan ketrampilan tertentu, sulit dan mudahnya serta kebanggaan tugas akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan.
7)    Kondisi kerja
Kondisi tempat kerja, ventilasi, penyinaran dan tempat parkir akan mempengaruhi juga kepuasan kerja karyawan.
8)    Aspek sosial dalam pekerjaan
Faktor ini berkaitan dengan interaksi sosial yang terjadi dilingkungan kerja. Interaksi sosial antara atasan dengan bawahan atau karyawan dengan karyawan.
9)    Komunikasi
Komunikasi yang lancar antara karyawan dengan pihak manajemen banyak dijadikan alasan untuk menyukai pekerjaannya. Adanya kesediaan atasan untuk mau mendengar, memahami dan mengakui pendapat ataupun prestasi karyawan sangat berperan dalam menimbulkan rasa puas terhadap pekerjaannya.
10) Fasilitas
Fasilitas rumah sakit, cuti, dana pensiun atau perumahan merupakan standar suatu jabatan dan jika dapat dipenuhi akan menimbulkan rasa puas. (As’ad, 1987: 114 – 117)
Sedangkan Blum mengemukakan faktor-faktor kepuasan kerja sebagai berikut:
a)    Faktor Individual, meliputi umur, kesehatan, watak dan harapan
b)    Faktor Sosial, meliputi hubungan kekeluargaan, pandangan masyarakat, kesempatan berekreasi, kebebasan berpolitik dan hubungan masyarakat.
c)    Faktor Utama dalam pekerjaan yakni gaji, pengawasan, ketentraman kerja, kondisi kerja dan kesempatan untuk maju, penghargaan terhadap kecakapan, hubungan sosial dalam pekerjaan, ketepatan dalam menyelesaikan konflik, perasaan diperlakukan adil baik yang menyangkut pribadi maupun mengenai tugas. (As’ad. 1987: 115)
Dapat disimpulkan dari uraian diatas bahwa kepuasan kerja menyangkut faktor-faktor:
a)    Faktor Psikologis, merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan karyawan yang meliputi minat, ketentraman dalam kerja, sikap terhadap kerja dan sebagainya.
b)    Faktor Sosial merupakan faktor yang terkait dengan interaksi sosial baik yang terjadi antar sesama karyawan atau antara karyawan dengan atasan.
c)    Faktor Fisik merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan.
d)    Faktor Finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan, tunjangan serta kesejahteraan karyawan.
3)    Teori Kepuasan Kerja
a)    Teori Kesenjangan (Discrepancy Theory)
Teori ini dipelopori oleh porter yang mengukur kepuasan kerja dengan menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan, kemudian Locke mengemukakan bahwa kepuasan bergantung kepada discrepancy antara should be (Expectation, needs atau values) dengan apa yang menurut perasaannya telah dicapai melalui pekerja. Dengan kata lain, orang akan merasa puas jika yang didapat ternyata lebih besar daripada yang diinginkan, maka orang akan menjadi lebih puas, meskipun terdapat discrepancy positif, sebaliknya makin jauh kenyataan yang dirasakan itu dibawah standar minimum, maka makin besar pula ketidakpuasan seseorang (discrepancy negatif). (As’ad 1987: 106)
b)    Teori Dua Faktor
Teori ini dikemukakan oleh Herzberg yang menyatakan tentang faktor kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja.
(1)  Ketidakpuasan Kerja (Dissatisfaction)
Berkaitan dengan suasana kerja meliputi gaji, keamanan kerja, kondisi kerja, prosedur perusahaan, pengawasan, hubungan interpersonal dengan sesama karyawan atau dengan atasan. Apabila faktor ini terpenuhi, tidak akan menimbulkan kepuasan kerja, hanya menimbulkan sikap kerja yang netral. Tetapi apabila faktor ini tidak terpenuhi akan menimbulkan ketidakpuasan kerja.
(2)  Kepuasan Kerja (Motivation factors)
Berkaitan dengan kondisi instrinsik pekerjaan (job content) yang meliputi prestasi, pengakuan, tanggung jawab, kemajuan, pekerjaan itu sendiri dan kemungkinan berkembang. Apabila faktor ini terpenuhi akan menimbulkan kepuasan kerja, tetapi apabila faktor ini tidak ada , ternyata tidak menimbulkan rasa ketidakpuasan yang berlebihan, yang ada sikap kerja yang netral.
c)    Teori Keadlian (Equity Theory)
Teori ini dikembangkan oleh Adams. Prinsip teori ini adalah bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan atau tidak atas suatu situasi. Caranya dengan membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor maupun ditempat lain. Ada tiga (3) komponen pokok dari teori keadlian, yaitu:
(1)  Input, yaitu segala sesuatu yang bernilai yang dirasakan karyawan yang dapat memberi sumbangan terhadap pekerjaannya, seperti pendidikan, ketrampilan, pengalaman, usaha-usaha yang telah dilakukan, perlengkapan kerja dan sebagainya.
(2)  Out Come adalah segala sesuatu yang bernilai, yang didapat karyawan dari pekerjaannya, seperti gaji, tunjangan, pengakuan, kesempatan berprestasi, status dan sebagainya.
(3)  Individu pembanding adalah orang lain sebagai pembanding, bisa seseorang dari perusahaan yang sama atau perusahaan yang berbeda atau bahkan dirinya sendiri diwaktu lampau. (As’ad, 1987: 105 – 107)
Berdasarkan beberapa teori diatas, penulis menarik kesimpulan bahwa seseorang akan merasa puas apabila apa yang dirasakan dan yang diinginkan dari pekerjaannya dapat terpenuhi, sebaliknya jika tidak terpenuhi maka seseorang cenderung merasa tidak puas.
3.    Teori Motivasi
Proses motivasi diarahkan untuk mencapai tujuan. Tujuan yang ingin direalisasikan dipandang sebagai kekuatan (power) yang menarik individu. Seorang manajer harus meramalkan perilaku secara cukup teliti, manajer perlu mengetahui sesuatu mengenai tujuan bawahannya dan tindakan yang akan diambil untuk mencapainya. Terdapat beberapa teori motivasi dan hasil penelitian yang berusaha mendeskripsikan hubungan antar perilaku dan hasilnya. John P. Cambell, Marvin D. Dunnette, Edward E. Lawler III, dan Karl E. Weick (1970: 340-356) dikutip dari Sisiwanto (2006: 127-128) mengelompokkan teori motivasi menjadi kategori sebagai berikut:

a.    Teori Kepuasan (Content Theories)
Teori kepuasan berorientasi pada faktor dalam diri individu yang menguatkan, mengarahkan, mendukung, dan menghentikan perilaku. Pendukung teori kepuasan adalah sebagai berikut:
1)    Teori Hierarki Kebutuhan menurut Abraham H. Maslow
Maslow mengemukakan bahwa kebutuhan individu dapat disusun dalan suatu hierarki. Hierarki kebutuhan yang paling tinggi adalah kebutuhan fisiologis karena kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang paling kuat sampai kebutuhan itu terpuaskan. Sedangkan kebutuhan yang paling rendah adalah kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs). (Hersey & Blanchard, 1980: 30, dikutip dalam Sisiwanto (2006: 128). Hierarki kebutuhan tersebut secara lengkap meliputi lima hal berikut:
a)    Kebutuhan Fisiologis (physiological needs)
Kepuasan kebutuhan fisiologis biasanya dikaitkan dengan uang, hal ini berarti bahwa orang tidak tertarik pada uang semata, tetapi sebagai alat yang dapat dipakai untuk memuaskan kebutuhan lain. Termasuk kebutuhan fisiologis adalah makan, minum, pakaian, tempat tinggal, dan kesehatan.
b)    Kebutuhan keselamatan atau keamanan (safety or security needs)
Meliputi kebutuhan akan keselamatan, perlindungan dari bahaya ancaman ataupun pemuasan dari pekerjaan. Aplikasinya yaitu pada pengembangan karyawan, kondisi kerja yang aman, rencana-rencana senioritas, tabungan, pensiunan, asuransi dan keluhan lainnya.
c)    Kebutuhan sosial atau afiliasi (social or affiliation needs)
Kebutuhan akan rasa cinta dan kepuasan menjalankan hubungan dengan orang lain, persahabatan dan kekeluargaan. Aplikasinya yaitu pada kelompok-kelompok kerja formal dan informal, kegiatan-kegiatan yang disponsori oleh petugas.
d)    Kebutuhan penghargaan atau rekognisi (esteems or recognation needs)
Kebutuhan akan status dan kedudukan, kehormatan, dan reputasi. Aplikasinya yaitu pada kekuasaan ego, promosi, hadiah, pengakuan jabatan, dan penghargaan.
e)    Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs)
Kebutuhan pemenuhan diri mempergunakan potensi yang dimiliki, kreatifitas, serta penyelesaian kerja sendiri.
Maslow menekankan bahwa apabila kebutuhan fisiologis sudah terpenuhi maka kebutuhan keselamatan atau keamanan menjadi lebih dominan. Kebutuhan fisiologis dan kebutuhan keselamatan atau keamanan terpenuhi dengan baik maka kebutuhan sosial atau afiliasi akan muncul sebagai kebutuhan yang dominan. Dengan demikian, apabila kebutuhan afiliasi menjadi dominan, seseorang akan berjuang untuk mendapatkan hubungan yang sangat bermakna dengan yang lain. Kemudian mereka merasa membutuhkan penghargaan, baik penghargaan diri maupun penghargaan dari orang lain. Sekali kebutuhan penghargaan dan pengakuan dapat dipenuhi secara kuat, akan timbul pula kebutuhan untuk aktualisasi diri.
2)    Teori Dua faktor menurut Frederick Herzberg
Pada umumnya, para karyawan cenderung memusatkan perhatiannya pada pemuas tingkat kebutuhan lebih rendah dalam pekerjaan, terutama keamanan. Tetapi setelah hal itu terpuaskan, mereka akan berusaha untuk memenuhi tingkatan-tingkatan kebutuhan yang lebih tinggi, seperti kebutuhan inisiatif, kreatifitas dan tanggung jawab.
Herzberg telah menemukan dua kelompok faktor-faktor yang mempengaruhi kerja seseorang dalam organisasi. Faktor-faktor penyebab kepuasan kerja (job satisfaction) mempunyai pengaruh pendorong bagi prestasi dan semangat kerja, dan faktor-faktor penyebab ketidakpuasan kerja (job dissatisfaction) mempunyai pengaruh negatif. Jadi menurut penemuannya membedakan antara yang mereka sebut “motivators” atau “pemuas” (satisfiers) dan faktor-faktor pemeliharaan (Hygienic factors) atau dissatisfiers. Motivator mempunyai pengaruh meningkatkan prestasi atau kepuasan kerja. Faktor-faktor pemeliharaan mencegah merosotnya semangat kerja atau efisiensi, dan meskipun faktor-faktor ini tidak dapat memotivasi, tetapi dapat menimbulkan ketidakpuasan kerja atau menurunnya produktifitas. (T. Hani Handoko, 1986: 259)
Tabel 2
Faktor-faktor Pemuas dan Pemeliharaan Kerja
Faktor-faktor Pemuas
Faktor-faktor Pemeliharaan
Prestasi

Penghargaan
Pekerjaan kreatif dan menantang
Tanggung jawab
Kemajuan dan peningkatan

Kebijaksanaan dan administrasi perusahaan
Kualitas pengendalian teknik
Kondisi kerja
Hubungan kerja
Status pekerjaan
Keamanan kerja
Kehidupan pribadi
penggajian
Sumber: T. Hani Handoko, 1986: 260

Jadi secara ringkas, penemuan penting dari penelitian Herzberg dan kawan-kawannya adalah bahwa manajer perlu memahami faktor-faktor apa yang dapat digunakan untuk memotivasi para karyawan. Faktor-faktor pemeliharaan sebagai faktor negatif (yang ekstrinsik) dapat mengurangi dan menghilangkan ketidakpuasan kerja dan menghindari masalah, tetapi tidak akan dapat digunakan untuk memotivasi bawahan, hanya faktor-faktor positiflah “motivators” (yang instrinsik), yang dapat memotivasi para karyawan untuk melaksanakan keinginan para manajer
3)    Teori Kebutuhan David C. McClelland
Konsep penting lain dari teori motivasi yang didasarkan dari kekuatan yang ada pada diri manusia adalah motivasi prestasi Mc Clelland. Seseorang dianggap mempunyai apabila dia mempunyai keinginan berprestasi lebih baik daripada yang lain pada banyak situasi. McClelland menguatkan pada tiga kebutuhan yaitu:
a)    Kebutuhan prestasi tercemin dari keinginan mengambil tugas yang dapat dipertanggungjawabkan secara pribadi atas perbuatan-perbuatannya. Ia menentukan tujuan yang wajar dapat memperhitungkan resiko dan ia berusaha melakukan sesuatu secara kreatif dan inovatif.
b)    Kebutuhan afiliasi, kebutuhan ini ditujukan dengan adanya bersahabat.
c)    Kebutuhan kekuasaan, kebutuhan ini tercemin pada seseorang yang ingin mempunyai pengaruh atas orang lain, dia peka terhadap struktur pengaruh antar pribadi dan dia mencoba menguasai orang lain dengan mengatur perilakunya dan membuat orang lain terkesan kepadanya, serta selalu menjaga reputasi dan kedudukannya. (Sukanto dan Handoko, 1986: 85).
Saran khusus yang diberikan oleh McClelland adalah mengenai pengembangan kebutuhan akan kinerja yang positif tinggi, saran yang diajukan adalah meliputi hal-hal sebagai berikut:
a)    Individu mengatur tugas sedemikian rupa sehingga mereka menerima umpan balik secara berkala atas hasil karyanya. Hal ini akan memberikan informasi untuk mengadakan modifikasi atau koreksi
b)    Individu hendaknya mencari model kinerja yang baik, pahlawan kinerja, individu yang berhasil, dan pemenang serta menggunakan mereka sebagai teladan.
c)    Individu hendaknya memodifikasi citra diri mereka sendiri.
d)    Individu hendaknya mengendalikan imajinasi, berpikir secara realitis dan positif mengenai cara mereka merealisasikan tujuan yang diharapkan.
b.    Teori Proses (Process Theory)
1)    Teori Pengharapan
Teori ini berhubungan dengan motivasi, dimana individu diperkirakan akan menjadi pelaksana dengan prestasi tinggi bila karyawan melihat suatu kemungkinan tinggi bahwa usaha-usaha mereka akan mengarah ke prestasi tinggi, suatu kemungkinan tinggi bahwa prestasi tinggi akan mengarah ke hasil-hasil yang menguntungkan, dan bahwa hasil-hasil tersebut akan menjadi penarik atau rangsangan efektif bagi mereka. (T. Hani Handoko, 1986: 262).
Menurut Victor Vroom yang dikutip dalam T. Hani Handoko, 1986: 263, dikenal sebagai:
Teori nilai – Pengharapan Vroom, orang dimotivasi untuk bekerja bila mereka mengharapkan usaha-usaha yang ditingkatkan akan mengarahkan ke balas jasa tertentu, dan menilai balas jasa sebagai hasil dari usaha-usahamereka.

Teori ini mengandung berbagai kesulitan dalam penerapannya. Tetapi penemuan-penemuan sejenis lainnya menunjukkan konsistensi dalam hal adanya pengaruh hubungan sebab-akibat antara penghargaan, prestasi, dan penghargaan (balas jasa) ekstrensik seperti pengupahan atau kenaikan pangkat.


2)    Teori Pembentukan Perilaku
Teori ini dikembangkan oleh B.F Skinner yang mengemukakan pendekatan lain terhadap motivasi yang mempengaruhi dan merubah perilaku kerja yaitu teori pembentukan perilaku (operant conditioning).
Pendekatan ini didasarkan terutama atas hukum pengaruh, yang menyatakan bahwa perilaku yang diikuti dengan konsekuensi-konsekuensi pemuas cenderung diulang, sedangkan perilaku yang diikuti konsekuensi-konsekuensi hukuman cenderung tidak diulang. Dengan demikian perilaku individu di waktu mendatang dapat diperkirakan atau dipelajari dari pengalaman di waktu yang lalu. (T. Hani Handoko, 1986: 264)
Gambar 1
Proses Pembentukan Perilaku

Tanggapan di waktu yang akan datang.
 


Rangsangan
 


Konsekuensi
 

Tanggapan
 



Jadi, perilaku (tanggapan) individu terhadap suatu situasi atau kejadian (stimulus) adalah penyebab konsekuensi tertentu. Bila konsekuensi itu positif, individu akan memberikan tanggapan sama terhadap situasi yang sama, tetapi bila konsekuensi tidak menyenangkan individu akan cebderung merubah perilakuknya untuk menghindarkan dari konsekuensi tersebut.


Ada empat teknik yang dapat dipergunakan manajer untuk mengubah perilaku bawahannya, yaitu:
a)    Penguatan Positif, bisa penguatan primer seperti minuman atau makanan yang memuaskan kebutuhan-kebutuhan biologis, ataupun penguat sekunder seperti penghargaan berujud hadiah, promosi dan uang.
b)    Penguatan negatif, dimana individu akan mempelajari perilaku yang membawa konsekuensi tidak menyenangkan dan kemudian menghindari perilaku tersebut di masa mendatang.
c)    Pemadaman, dilakukan dengan peniadaan penguatan.
d)    Hukuman, dilakukan melalui manajer mencoba untuk mengubah perilaku bawahan yang tidak tepat dengan pemberian konsekuensi-konsekuensi negatif. (T. Hani Handoko, 1986: 265)
3)    Teori Porter – Lawler
Model Porter – lawler adalah teori pengharapan dari motivasi dengan versi orientasi masa mendatang, dan juga menekankan antisipasi tanggapan-tanggapan atau hasil-hasil. Para manajer tergantung terutama pada pengharapan di masa yang akan mendatang, dan bukan pengalaman biasa yang lalu. Atas dasar probabilitas usaha pengharapan yang dirasakan usaha dijalankan, prestasi dicapai, penghargaan diterima, kepuasan terjadi dan ini mengarahkan ke usaha di masa yang akan datang.


Adapun model motivasi Porter – Lawler, digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2
Model Motivasi Porter and Lawler




Persepsi penghargaan yang adil
 




Kemampuan dan sifat
 


Penghargaan instrinsik
 

Nilai Penghargaan
 



Kepuasan
 


Prestasi
 


Usaha
 


Penghargaan ekstrinsik
 


Probabilitas Usaha penghargaan yang diterima
 


Persepsi peranan
 





Sumber: T. Hani Handoko, 1986: 268

Secara teoritik, model pengharapan ini berjalan sebagai berikut: nilai penghargaan yang diharapkan karyawan dikombinasikan dengan persepsi orang tersebut tentang usaha yang mencakup dan probabilitas dari pencapaian penghargaan untuk menyebabkan atau menimbulkan suatu tingkat usaha tertentu yang dikombinasikan dengan kemampuan, sifat karyawan dan persepsinya mengenai kegiatan-kegiatan yang dibutuhkan untuk mencapai tingkat prestasi yang diperlukan atau disyaratkan untuk menerima penghargaan-penghargaan instrinsik yang melekat pada penyelesaian tugas dan penghargan-penghargaan ekstrinsik dari manajemen bagi pencapaian prestasi yang diinginkan. Persepsi individu mengenai keadilan dari penghargaan-penghargaan ekstrinsik yang diterima, ditambah perasaan yang dihasilkan dari prestasinya, menghasilkan tingkat kepuasan yang dialami oleh karyawan.
4)    Teori Keadilan
Teori ini mengemukakan bahwa orang akan selalu cenderung membandingkan antara:
a)    Masukan-masukan yang mereka berikan pada pekerjaannya dalam bentuk pendidikan, pengalaman, latihan dan usaha.
b)    Hasil-hasil (penghargaan-penghargaan) yang mereka terima, seperti juga mereka membandingkan balas jasa yang diterima karyawan lain dengan yang diterima dirinya untuk pekerjaan yang sama.

4.    Jenis-jenis Motivasi
Dalam perusahaan dalam hal ini yaitu rumah sakit, motivasi mempunyai peranan yang penting, karena menyangkut langsung pada unsur manusia dalam perusahaan. Motivasi yang tepat Akan mampu memajukan dan mengembangkan perusahaan. Unsur manusia dalam perusahaan terdiri dari dua kelompok orang yaitu orang yang memimpin (manajemen) dan orang yang dipimpin (pegawai atau pekerja). Masalah motivasi dalam organisasi menjadi tanggung jawab manajemen untuk menciptakan, mengatur, dan melaksanakannya. Oleh karena itu sesuai dengan sifat motivasi yaitu bahwa ia adalah rangsangan bagi motif perbuatan manusia, maka manajemen harus dapat menciptakan motivasi yang mampu menumbuhkan motif orang-orang sehingga mau berbuat sesuai dengan kehendak perusahaan.
            Motivasi dalam perusahaan ditinjau dengan perannya ada dua jenis motivasi yaitu:
a.    Motivasi positif
      Motivasi yang menimbulkan harapan yang sifatnya menguntungkan atau menggembirakan bagi pegawai, misalnya gaji, tunjangan, fasilitas, karier, jaminan hari tua, jaminan kesehatan, jaminan keselamatan dan semacamnya.
b.    Motivasi negatif
      Motivasi yang menimbulkan rasa takut, misalnya ancaman, tekanan, intimidasi dan sejenisnya.
      Semua manajer haruslah menggunakan kedua motivasi tersebut. Masalah utama dari kedua jenis motivasi tersebut adalah proposi penggunaan dan kapan menggunakannya. Para pimpinan yang lebih percaya bahwa ketakutan akan mengakibatkan seseorang segera bertindak, mereka akan lebih banyak menggunakan motivasi negatif. Sebaliknya kalau pimpinan percaya kesenangan akan menjadi dorongan bekerja ia banyak menggunakan motivasi postif. Walaupun demikian tidak ada seorang pimpinan yang sama sekali tidak pernah menggunakan motivasi negatif. Penggunaan masing-masing jenis motivasi ini dengan segala bentuknya harus mempertimbangkan situasi dan orangnya, sebab pada hakikatnya setiap individu adalah berada satu dengan yang lain. Suatu dorongan yang mungkin efektif bagi seseorang, mungkin tidak efektif bagi orang lain.
      Sedangkan ditinjau dari segi perwujudannya motivasi dapat di bedakan menjadi dua bentuk yaitu:
a.            Materiil
Misalnya uang, kertas berharga atau barang atau benda apa saja yang dapat menjadi daya tarik. Barang-barang yang bersifat fisik materiil seperti dalam bidang pembinaan kepegawaian disebut insentif (perangsang).
            Diantara jenis-jenis perangsang tersebut, uang menduduki tempat penting karena ia menjadi insentif yang paling popular dalam bentuk misalnya gaji, upah, premi, bonus, jasa produksi, tunjangan, dan sederetan nama lain yang wujudnya adalah uang. Meskipun demikian uang bukanlah satu-satunya insentif dalam pekerjaan bahkan dalam kehidupan pada umumnya, karena ada insentif yang lebih menarik dalam suatu perusahaan, misalnya penyediaan makan siang, pemberian pakaian kerja (terutama untuk pekerjaan lapangan), pemberian natura, penyediaan barang keperluan sehari-hari di toko koperasi yang lebih murah.
b.            Non-materiil
            Tidak ada istilah lain, tetap memakai kata motivasi, seringkali motivasi non-materiil mempunyai daya tarik lebih besar daripada beberapa jenis motivasi materiil atau fisik, bagi orang-orang tertentu. Motivasi demikian misalnya motivasi atas landasan agama atau keyakinan, sehingga tanpa berpikir keduniaan (pujian, balas jasa, pemberian uang atau barang) orang berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi orang bagi orang lain dengan ikhlas semata-mata karena dorongan agama atau keyakinannya.

B.   Hasil Penelitian yang Relevan
Langkah ini ditempuh agar penelitian ini terfokus dan tidak mengulang daripada penelitian yang sudah ada. Penulis menemukan sejenis penelitian. Penelitian yang lebih dahulu diteliti oleh Siti Rochimah dengan judul penelitian “Pengaruh tingkat pendidikan, pengalaman kerja dan tingkat upah terhadap produktifitas wartawan PT. Aksara Solopos di Surakarta dengan variabel penelitian pendidikan, pengalaman kerja, tingkat upah. Yang mana hasilnya tingkat pendidikan dan pengalaman kerja berpengaruh terhadap produktifitas kerja sedang untuk upah tidak berpengaruh yang signifikan terhadap produktifitas kerja.
Penelitian yang di kemukakan oleh Suhirlan (UMS: 2000) yang meneliti masalah motivasi yang menggunakan analisis regresi, analisis korelasi dan uji t bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara pemberian motivasi dengan semangat kerja karyawan.
Hasil penelitian Supriatno (2000), meneliti tentang penerapan teori X dan teori Y dalam penilaian prestasi kerja menyimpulkan bahwa semakin tinggi penilaian terhadap prestasi kerja seseorang maka motivasi yang dimiliki juga tinggi. Penilaian prestasi kerja cukup besar perannya dalam mendorong motivasi kerja pada karyawan di perusahaan. Pelaksanaan penilaian prestasi kerja sebaiknya dilakukan oleh atasan. Alat penilaian kinerja dibuat berdasarkan jabatan karyawan
Mencermati hasil tiga penelitian di atas jelas bahwa setiap perusahaan berbeda variabel yang berpengaruh dominan terhadap prestasi dan kepuasan kerja karena setiap orang mempunyai karakteristik yang berbeda. Begitu juga dengan karyawan RSO. Prof DR Soeharso juga mempunyai variabel yang berbeda dalam mempengaruhi prestasi dan kepuasan kerja. Penulis menggaris bawahi bahwa faktor Motivasi yang terdiri dari gaji, tunjangan, dan lingkungan kerja mempunyai hubungan dan pengaruh yang erat terhadap kepuasan kerja karyawan, yang membedakan variabel penelitian skripsi diatas dari penelitian yang penulis teliti.       

C.   Kerangka Berfikir
Untuk mempermudah pemahaman tentang penelitian ini penulis menggunakan kerangka pemikiran sebagai landasan dalam pembahasan masalah yang penulis teliti. Motivasi kerja merupakan sesuatu yang menimbulkan produktivitas kerja. Tanpa adanya motivasi kerja bagi karyawan tujuan yang ditetapkan perusahaan tidak akan tercapai sehingga kuat lemahnya motivasi kerja ikut menentukan besar kecilnya kepuasan kerja. Motivasi kerja dalam sebuah organisasi atau perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya gaji, tunjangan dan lingkungan kerja. Faktor-faktor motivasi internal yang melekat pada diri seseorang meliputi kepuasan kerja disertai dengan kebutuhan finansial seperti gaji, tunjangan, pemberian jasa produksi dan jaminan sosial, sedangkan faktor eksternal berupa lingkungan kerja dimana karyawan dalam melakukan pekerjaan (Sukanto dan Handoko, 1991: 257-258). Dalam penelitian ini penulis ingin mengetahui hubungan antara faktor-faktor motivasi yang terdiri dari gaji, tunjangan dan lingkungan kerja terhadap kepuasan kerja
Gambar 3
Hubungan Motivasi kerja dengan Kepuasan Kerja


 

Tunjangan (X2)
 


Kepuasan Kerja (Y)
 
                                                               


 



Lingkungan Kerja (X2)
 
 
 

D.   Hipotesis
Hipotesis merupakan suatu pernyataan yang bersifat sementara atau dugaan saja (Muhammad, 2005: 42). Berdasarkan uraian diatas, penulis mengemukakan bahwa hipotesis dalam penelitian ini yaitu
1.                  Ho = Tidak ada hubungan yang signifikan antara faktor motivasi yang terdiri dari gaji, tunjangan, dan lingkungan kerja terhadap kepuasan kerja
Ha = Ada hubungan yang signifikan antara faktor motivasi yang terdiri dari gaji, tunjangan, dan lingkungan kerja terhadap kepuasan kerja.
2.                  Ho = Variabel gaji tidak memiliki hubungan yang lebih dominan dengan kepuasan kerja dibanding variabel tunjangan dan lingkungan kerja.
Ha =Variabel gaji berhubungan dominan dengan kepuasan kerja dibanding variabel tunjangan dan lingkungan kerja.


 
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN


A.   Waktu dan Wilayah Penelitian
1.    Waktu
Waktu yang direncanakan dimulai dari penyusunan usulan penelitian sampai terlaksananya laporan penelitian ini, yakni pada bulan Desember 2006 sampai Februari 2007
2.    Tempat Penelitian
Penelitian ini bertempat di RSO. Prof DR. R. Soeharso Surakarta Jalan Jend. Ahmad Yani Surakarta 57162.

B.   Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif. Metode kuantitatif adalah metode yang digunakan untuk penyajian hasil penelitian dalam bentuk angka-angka atau statistik. Metode kuantitatif digunakan untuk menguji hipotesis. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui hubungan faktor motivasi kerja terhadap kepuasan kerja karyawan di RSO. Prof. DR. R. Soeharso Surakarta.

C.   Variabel-Variabel Penelitian
1.    Variabel Bebas
Motivasi kerja adalah sesuatu yang dapat diukur maupun tidak dapat diukur dengan uang yang diperoleh karyawan yang dapat mendorong kepuasan kerja karyawan dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya di dalam perusahaan. Motivasi disini terdiri atas faktor motivasi internal dan faktor motivasi eksternal. Dimana motivasi internal merupakan  kebutuhan dan keinginan yang ada dalam diri seseorang yang akan menimbulkan motivasi seperti gaji, macam-macam tunjangan, pemberian jasa produksi dan pemberian jaminan sosial, sedangkan motivasi eksternal merupakan faktor yang mendorong seseorang dari luar seperti lingkungan kerja, suasana kerja meliputi perasaan tentram dengan suasana kerja yang memadai baik suasana ramah dari pimpinan, hubungan pimpinan dan bawahan dan kejelasan terhadap tugas-tugas yang diberikan kepada karyawan.
2.    Variabel Terikat
Variabel terikat adalah tipe variabel yang dijelaskan dan dipengaruhi oleh variabel independent. Variabel dependent dalam penelitian ini adalah kepuasan kerja.

D.   Operasional Variabel
Tabel 3
Definisi Operasional Variabel

Jenis Variabel
Variabel
Indikator
Variabel Independen
Gaji (X1)
Besar gaji yang diperoleh karyawan atau perawat.
Tunjangan (X2)
Besar tunjangan yang diperoleh karyawan.
Lingkungan Kerja (X3)
1.  Kondisi kerja
2.  Pertukaran udara
3.  Kerjasama antar karyawan
4.  Pelayanan karyawan
5.  Fasilitas alat kerja

Variabel Dependen
Kepuasan kerja  (Y)
1.  Kepuasan terhadap pekerjaan
2.  Kepuasan terhadap gaji
3.  Kepuasan terhadap tunjangan
4.  Kepuasan terhadap Pimpinan
5.  Kepuasan terhadap rekan kerja
6.  Kepuasan terhadap lingkungan kerja
Berdasarkan variabel-variabel penelitian yang ada, dapat dijelaskan definisi operasional variabelnya sebagai berikut:
1.                                        Gaji
Dalam Penelitian ini variabel gaji diukur dengan banyaknya nilai atau nominal uang yang di peroleh karyawan setiap bulannya, dan dinyatakan dalam satuan rupiah.
2.                                        Tunjangan
Dalam Penelitian ini yang dimaksud dengan tunjangan adalah sesuatu yang diukur berdasarkan besarnya rupiah yang diperoleh karyawan di waktu memperoleh tunjangan.
3.                                        Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja didefinisikan dan diukur berdasarkan persepsi karyawan terhadap kondisi kerja, pertukaran udara, kerjasama antar karyawan, pelayanan karyawan, dan fasilitas alat kerja.
4.                                        Kepuasan Kerja
Dalam penelitian ini, kepuasan kerja diukur berdasarkan beberapa aspek, yaitu:
a.    Kepuasan terhadap pekerjaan, parameternya meliputi:
1)    Rasa suka atau tidak suka terhadap pekerjaan
2)    Tingkat kesungguhan untuk menjalankan tugas dengan baik dan minat untuk mengembangkan karir.
b.    Kepuasan terhadap gaji dan pemberian tunjangan/kesejahteraan, parameternya meliputi:
1)    Puas tidaknya karyawan dengan gaji dan sistem penggajian yang diterapkan perusahaan.
2)    Tingkat terhadap jaminan kesejahteraan yang diberikan oleh perusahaan.
c.    Kepuasan terhadap pimpinan, parameternya meliputi:
1)    Sikap dan tingkat perhatian dari atasan kepada karyawan.
2)    Kompetensi yang dimiliki atasan, berkaitan juga dengan kebijakan yang dibuat.
3)    Cara berkomunikasi dan interaksi atasan dengan karyawan, baik formal atau yang berkaitan dengan perintah atau penugasan, juga komunikasi informal yang lebih bersifat personal.
d.    Kepuasan terhadap rekan-rekan kerja, parameternya meliputi:
1)    Sikap dan tingkat perhatian rekan kerja, baik berkaitan dengan pekerjaan maupun menyangkut hal-hal yang bersifat personal.
2)    Kerjasama yang terjalin dengan sesama rekan kerja, berkaitan juga dengan saling memberi masukan maupun kritikan.
3)    Interaksi dan komunikasi personal yang terjalin dengan rekan kerja.
e.    Kepuasan terhadap lingkungan kerja, parameternya adalah kepuasan karyawan terhadap kondisi fisik tempat dimana mereka bekerja, baik Kantor, kondisi ruang kerja, juga fasilitas yang ada ditempat kerja.

E.    Populasi dan Sampel
Populasi ialah keseluruhan subjek penelitian (Suharsimi Arikunto, 2002: 108). Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan RSO DR. R. Soeharso Surakarta, tapi dalam penelitian ini penulis hanya mengambil tiga unit saja yaitu karyawan IBS (Instalasi Bedah Sentral), Anesthesi dan Ruang Sadar. Hal itu dikarenakan bahwa tingkat resiko pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan atau perawat bagian IBS (Instalasi Bedah Sentral), Anesthesi dan Ruang Sadar sangatlah tinggi dan tingkat pemasukan pendapatan rumah sakit paling banyak didapat dari ketiga bagian tersebut. Sehingga hal itu dapat dijadikan acuan oleh pihak rumah sakit untuk memberikan motivasi baik internal ataupun eksternal sehingga tujuan rumah sakit dapat tercapai.
Sampel adalah sebagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Penelitian ini yang menjadi sampel adalah karyawan bagian IBS (Instalasi Bedah Sentral), Anesthesi dan Ruang Sadar. Teknik pengambilan sampel secara purposive sample (sampel bertujuan) yaitu dilakukan dengan cara mengambil subyek bukan didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu (Suharsimi Arikunto, 2002: 117). Jadi anggota sampel yang akan diteliti dalam penelitian ini sebanyak 60 perawat.

F.    Data dan Sumber Data
1.    Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber penelitian, yaitu karyawan bagian IBS (Instalasi Bedah Sentral), Anesthesi dan Ruang Sadar dan yang menjadi obyek penelitian itu sendiri yaitu RSO Prof. Dr. Soeharso Surakarta.
2.    Data Sekunder
Data yang pengumpulannya tidak dilakukan sendiri oleh peneliti, tapi diperoleh dari pihak lain. Dalam hal ini peneliti mengambil dari literature-literatur yang ada dibuku atau dokumentasi atau file-file yang dimiliki RSO. Prof. DR. R. Soeharso Surakarta.

G.   Metode Pengumpulan Data
1.    Metode Angket atau Kuesioner
Metode ini sering disebut dengan metode kuesioner, yaitu daftar pertanyaan yang diberikan pada orang lain dengan maksud orang tersebut bersedia memberikan respon sesuai dengan permintaan peneliti.
2.    Metode Observasi
Metode observasi adalah mengadakan pengamatan secara langsung pada karyawan yang dijadikan responden kemudian melakukan pencatatan data yang dilakukan.
3.    Metode Dokumentasi atau Studi Pustaka
Metode Dokumentasi atau Studi Pustaka adalah suatu cara yang digunakan untuk mencari data mengenai hal-hal variabel berupa catatan, transkip, buku, surat, majalah, agenda dan sebagainya.
Metode ini merupakan metode bantu yang digunakan untuk memperoleh data-data menyangkut informasi. Metode yang digunakan merupakan metode pengumpulan data mengenai suatu hal yang pernah terjadi dan didokumentasikan. Metode ini juga digunakan untuk memperoleh data tentang deskripsi daerah penelitian yaitu di Rumah Sakit Orthopedhi Prof. DR. R Soeharso Surakarta.
4.    Metode Wawancara atau Interview
Wawancara atau interview adalah serangkaian wawancara yang dimaksudkan untuk melengkapi kuesioner atau jawaban yang kurang terarah, sehingga dari wawancara ini diharapkan dapat diperoleh keterangan lebih lanjut dari pihak yang bersangkutan.

H.   Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat pada waktu peneliti menggunakan suatu metode pengumpulan data (Suharsimi Arikunto 1991: 121), dalam penelitian ini instrumen yang digunakan berupa angket (kuesioner) yang berisikan pertanyaan yang akan di jawab oleh responden.
Penelitian ini menggunakan skala Thurstone merupakan skala mirip skala likert karena merupakan suatu instrumen yang jawabannya menunjukkan tingkatan.
Pernyataan yang diajukan kepada responden disarankan oleh thurstone kira-kira 10 butir, tetapi tidak kurang dari 5 butir (Suharsimi Arikunto 1993: 181). Kriteria penyekoran jawabannya sebagai berikut:
1.    Untuk pernyataan yang mengandung nilai positif skor yang diberikan:
Sangat Puas diberi nilai 3
Puas diberi nilai 2
Tidak Puas diberi nilai 1
2.    Untuk pernyataan yang mengandung nilai negatif skor yang diberikan:
Sangat Puas diberi nilai 1                  
Puas diberi nilai 2       
Tidak Puas diberi nilai 3
Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari angket atau kuesioner, agar kuesioner yang disebarkan kepada responden benar-benar dapat mengukur apa yang ingin diukur maka kuesioner haruslah shahih (valid) dan andal (reliabel). Uji validitas dan uji reliabilitas terhadap butir-butir pertanyaan dalam kuesioner agar data yang diperoleh dari pengukuran jika diolah tidak memberikan hasil yang menyesatkan.
Pengujian terhadap hasil kuesioner digunakan analisis-analisis sebagai berikut:
1.    Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen (Suharsimi Arikunto, 2002: 144).
Teknik yang digunakan untuk uji validitas adalah teknik korelasi Product Moment dari Pearson. Pengujian menggunakan program SPSS versi 11.00 dilakukan dengan cara mengkorelasikan masing-masing pertanyaan dengan skor total. Nilai korelasi (r) dibandingkan dengan angka kritis dalam tabel korelasi, untuk menguji koefisien korelasi ini digunakan taraf sifnifikansi 5% dan jika r hitung > r tabel maka pertanyaan tersebut valid.
2.    Reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Singarimbun dan Effendi, 1989: 140).
Uji reliabilitas ini hanya dilakukan terhadap butir-butir yang valid, dimana butir-butir yang valid diperoleh melalui uji validitas. Tehnik yang digunakan untuk uji reliabilitas adalah tehnik Alpha Cronbach. Uji reliabilitas instrumen menggunakan pengujian dengan taraf signifikansi 5%, jika r alpha > 0,6 maka instrumen tersebut dinyatakan reliabel. Penghitungan dengan menggunakan komputer program SPSS versi 11.00

I.      Teknik Analisis Data
1.    Regresi Berganda
Analisis Regresi berganda digunakan untuk meramalkan bagaimana keadaan (naik turunnya) variable dependen (kriterium), bila dua atau lebih variable independent sebagai factor predictor dimanipulasi (dinaik turunkan nilainya) (Sugiyono, 2000: 250)
            Rumus:
= a + b1 x1 + b2 x2 + b3 x3 + e
Dimana:
Y          : Variabel dependen (Kepuasan Kerja)
a          : Konstanta
b          : Koefisien
x1         : Gaji
x2         : Tunjangan
x3         : Lingkungan Kerja
e          : Standar error, yaitu pengaruh variable lain yang tidak masuk ke             dalam model tetapi ikut mempengaruhi kepuasan kerja
2.    Uji F
Uji simultan dengan F test ini pada dasarnya bertujuan untuk mengetahui pengaruh bersama-sama variable independent terhadap variable dependen. Pengujian F dilakukan dengan membandingkan F hitung dengan F table. Jika F hitung lebih besar dari F table dengan tingkat kepercayaan 95% atau (p-value < 0,05), maka Ha diterima, yang artinya variable independent yang diuji secara bersama-sama mempunyai pengaruh terhadap variable dependen (Bambang Setiaji, 2004: 21). Uji F pada penelitian digunakan untuk menguji signifikansi model regresi yaitu hubungan gaji, tunjangan, dan lingkungan kerja secara simultan dengan kepuasan kerja karyawan
3.    Uji T
Uji parsial dengan T test ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh masing-masing variable independent secara individu (parsial) terhadap variable dependen. Pengujian t dilakukan dengan membandingkan t hitung dengan t table. Jika t hitung lebih besar dari t table pada tingkat kepercayaan 95% atau (p-value <0,05), maka Ha diterima, yang artinya variable independent yang diuji secara parsial mempunyai pengaruh terhadap variable dependen. (Bambang Setiaji, 2004: 13). Perhitungan uji t dalam penelitian ini digunakan untuk menguji signifikansi dari hubungan gaji, tunjangan, dan lingkungan kerja secara simultan berhubungan secara positif terhadap kepuasan kerja karyawan secara individual.
4.    Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah uji normalitas, uji multikolonieritas, dan uji heteroskedastisitas.
a.    Uji Normalitas
Uji asumsi klasik normalitas adalah asumsi bahwa nilai-nilai Y atau tiap X tertentu didistribusikan secara normal disekitar rata-ratanya. Dalam model regresi linear, asumsi ini menandakan bahwa distribusi dari error sampling adalah normal. Uji normalitas bertujuan menguji apakah model regresi variable terikat dan variable bebas keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak.
Model regresi yang baik adalah yang memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Untuk menghitung uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan chi square dimana letak kenormalan dengan melihat jumlah nilai chi kuadrat hitung dengan chi kuadrat table. Jika chi kuadrat hitung < chi kuadrat table maka data terdistribusi normal. (Sugiyono 2000: 79)
b.    Uji Multikolonieritas
Uji ini bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variable bebas, istilah multikolonieritas digunakan untuk menunjukkan adanya hubungan linear diantara variable-variabel bebas dalam model regresi. Jika didalam model mengandung multikolonieritas, berarti terjadi korelasi (mendekati sempurna) antar variable bebas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar variable bebas. Jika variable bebas saling berkorelasi, maka variable-variabel tidak orthogonal. Variable orthogonal adalah variable bebas yang nilai korelasi antar sesame variable bebas sama dengan nol.
Untuk mengetahui ada tidaknya multikolonieritas antar variable, salah satu caranya dengan menggunakan korelasi product moment dengan melihat nilai r hitung dari masing-masing variable bebas terhadap variable terikat. Jika nilai r hitung < r kritis (0.70), maka model dapat dinyatakan bebas dari asumsi klasik multikolonieritas. (Bambang Setiaji, 2004: 39)
c.    Uji Heterokedastisitas
Bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas.
5.    Analisis Korelasi Berganda
Analisis korelasi berganda adalah alat yang digunakan untuk mengetahui sejauhmana hubungan antara variable-variabel independent seperti gaji, tunjangan, dan lingkungan kerja dengan variable dependennya yaitu kepuasan kerja karyawan, adapun rumus korelasi ganda:
R  =
Keterangan:
R         = koefisien korelasi ganda
b1…b3 = koefisien regresi masing-masing variabel
X1        = gaji
X2        = tunjangan
X3        = lingkungan kerja
Y          = kepuasan kerja
Perhitungan korelasi ini menggunakan SPSS 11.0 for Windows.












Share this article :

0 komentar:

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Otosport - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Inspired by Sportapolis Shape5.com
Proudly powered by Premium Blogger Template